Sunday, December 27, 2015

Pendidikan Anak Metode Rasulullah SAW (Usia 11 – 14 Tahun) [BAGIAN-3]

Berikut ini kami bagikan cara mendidikan anak-anak metode Rasulullah SAW untuk usia 11 – 14 tahun [BAGIAN-3]. Anda dapat mambaca artikel sebelumnya pada Bagian-1: Pendidikan Anak Metode Rasulullah SAW (Usia 4 – 10 Tahun), dan pada Bagian-2: Pendidikan Anak Metode Rasulullah SAW (Usia 11 – 10 Tahun)

1. Perintah Memberi Makan dan Pakaian kepada Anak

Ubadah bin Al Walid berkata, Rasulullah bersabda:

“…Berilah mereka makan dari apa yang kalian makan dan berilah mereka pakaian dari apa yang kalian pakai…” (Shahih, Adabul Mufrad, 566).

2. Menyuruh Anak Segera Tidur Setelah Isya’

Rasulullah dan para sahabatnya mengakhirkan shalat isya’. Karena itu, Umar memerintahkan agar anak-anak dan istrinya menunaikannya pada awal waktu supaya mereka segera tidur, Umar pergi menemui Rasulullah, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, marilah kita shalat, kaum wanita dan anak-anak telah tidur.” Rasulullah pun keluar rumah, sedangkan dari kepala beliau menetes air bekas wadhunya. Beliau bersabda:

“Seandainya tidak memberatkan umatku atau manusia, aku pasti memerintahkan mereka agar shalat (isya’) pada waktu sekarang ini.” (Bukhari, Kitab Tamani, 6698).

3. Melarang Tidur Telungkup

Ayah Ya’isy bin Thakhfah Al Ghifari berkata:

“Ketika saya sedang berbaring tertelungkup di dalam masjid, tiba-tiba ada seseorang yang menggerakkan tubuhku dengan kakinya, seraya berkata, ‘Ini adalah cara tidurnya orang yang murkai Allah (ahli neraka).’ Ketika aku menoleh, ternyata orang itu adalah Rasulullah.” (Abu Dawud, Kitab Adab, 4383).

4. Memisahkan Tempat Tidur Anak Sejak Usia 10 Tahun

Rasulullah bersabda:

“Perintahkan anak-anak kalian mengerjakan shalat bila telah menginjak usia 7 tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya bila telah berusia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka….” (Shahih Sunan Abu Dawud, 466 dan Ahmad, 6467).

5. Membiasakan Anak Menundukkan Pandangan dan Memelihara Aurat

Al Fadhl bin Abbas bercerita:

“Ketika aku sedang dibonceng di belakang Rasulullah dari Muzdalifah ke Mina, tiba-tiba muncul seorang Arab badui yang membonceng anak perempuannya yang cantik. Kendaraannya berjalan bersebelahan dengan unta yang kendarai oleh Rasulullah. Waktu itu aku memandang anak perempuannya.

Rasulullah pun memandang ke arahku dan memalingkan wajahku dari anak perempuan itu. Akan tetapi, aku memandangnya lagi dan beliau memalingkan wajahku lagi. Beliau melakukan hal tersebut sebanyak tiga kali karena aku memandanginya terus, sedangkan beliau terus mengucapkan talbiyah-nya hingga selesai dari melempar jumrah Aqabah.” (Muttafaq Alaih).

6. Rasulullah Tidak Pernah Memukul Anak, Tapi Beliau Menjelaskan Aturan Memukul dan Bahaya Pemukulan

Abu Umamah menjelaskan bahwa Rasulullah pernah menerima dua anak. Beliau memberikan salah seorang dari keduanya kepada Ali. Beliau berpesan:

“Jangan pukul dia karena aku melarang memukul orang yang shalat dan aku melihatnya mengerjakan shalat sejak kami terima.” (Shahih Adabil Mufrad, 121).

Aisyah berkata:

“Rasulullah tidak pernah memukul dengan tangannya, baik terhadap istri maupun pelayannya, kecuali bila berjihad di jalan Allah.” (Muslim, Kitab Fadhail, 4296).

Rasulullah juga bersabda:

“Seorang yang kuat bukanlah orang yang dapat membanting orang lain. Tetapi, orang yang kuat ialah yang mampu mengendalikan dirinya saat sedang marah.” (Muttafaq Alaih).

7. Hentikan Pemukulan Bila Anak Meminta Tolong Kepada Allah

Rasulullah bersabda:

“Orang yang meminta perlindungan kepada kalian atas nama Allah maka lindungilah dan siapa yang meminta kepada kalian dengan nama Allah maka berilah.” (Shahih Al Jami’, 6021).

Al Mubarakfuri mengatakan:

“Ath-Thayyibi berkata, ‘Itu bila pukulan untuk pengajaran. Adapun bila itu untuk hukuman had (hukuman), maka tidak boleh dihentikan. Demikian pula jika ia meminta perlindungan kepada Allah hanya untuk menipu’.” (Tuhfatul Ahwadzi: VI, 67).

8. Jangan Pukul Bagian Sensitif dan Jangan Emosi

Seorang lelaki yang mabuk atau harus menjalani hukuman had minum khamr dihadapkan kepada khalifah Ali. Sahabat Ali berkata:

“Deralah ia dan berikanlah kepada setiap anggota tubuhnya bagian yang hendak diterimanya. Tapi, hidarilah wajah dan kemaluannya.” (Ahkamul Quran: III, 322).

Rasulullah bersabda:

“Apabila seseorang di antara kalian memukul, maka hindarilah bagian wajah.” (Muslim, Kitab Birri wash Shilah, 4729).

Rasulullah juga pernah berpesan secara berulang kepada lelaki badui saat ia mengatakan, “Berpesanlah kepadaku!” Rasulullah menjawab:

“Kamu jangan suka marah.”

Lelaki itu berkata, “Setelah kurenungkan apa yang dipesankan Rasulullah, ternyata aku menyadari bahwa sikap marah menghimpun semua keburukan.” (Bukhari, Kitab Adab, 5651).

9. Menghukum Anak dengan Cara Halus dan Lembut

Abdullah bin Busr Al Mazini berkata:

“Ibuku mengutusku untuk mengantarkan setangkai anggur kepada Rasulullah. Namun, aku memakannya sebelum sampai kepada beliau. Ketika aku tiba di tempat beliau, beliau menjewer telingaku (secara halus) dan memanggilku dengan sebutan, ‘Wahai penghianat kecil’.” (Musnad Asy Syamiyyin: II, 355).

10. Jangan Manjakan Anak dan Menuruti Semua Kemauannya

Khaulah binti Hakim berkata, Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya anak itu bisa menjadi penyebab kikir, pengecut, bodoh, dan sedih.” (Shahih Al Jami’, 1990).

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Gantungkanlah pecut di tempat yang bisa dilihat oleh keluarga kalian.” (Shahih Al Jami’, 4021).

Jadi, di balik kecintaan dan kasih sayang orang tua kepada anaknya, Rasulullah tidak menginginkan adanya sikap memanjakan secara berlebihan dan memperturutkan semua keinginan anak. Sehingga sang anak nanti akan berbuat sesukanya dan menuruti semua yang diinginkannya, tanpa ada yang melarangnya.

Orang tua yang bersikap seperti ini sama dengan melakukan tindak kejahatan yang besar terhadap anaknya sendiri. Sikap memanjakan dan memberikan kasih sayang yang berlebihan ini mengakibatkan anak merasa tidak pernah ada yang melarang bila berbuat kesalahan serta sama sekali tidak pernah dibiasakan untuk taat kepada Allah dan memelihara batasan-batasan hukum-Nya.

11. Bahaya Bergaul dengan Anak Manja

Al Ghazali berkata:

“Anak harus dijaga untuk tidak bergaul dengan teman-teman sebaya yang dibiasakan hidup senang, mewah, dan mengenakan pakaian-pakaian yang mahal. Karena, apabila anak dibiarkan seperti itu sejak usia dini, kebanyakan akan tumbuh menjadi anak yang berperangai buruk, pendusta, pendengki, suka mencuri, suka iseng, suka menipu, dan suka berbuat seenaknya. Tiada cara lain untuk menghindarkan anak dari hal-hal tersebut kecuali dengan memberikan pengajaran yang baik dan pendidikan yang menyeluruh.” (Ihya ‘Ulumuddin, III).

12. Rasulullah Menjenguk, Mendoakan Kesembuhan dan Mengobati Anak-anak yang Sakit
As Saib bin Yazid berkata:

“Bibiku membawaku pergi menemui Rasulullah lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, keponakanku ini sedang sakit. Maka Rasulullah mengusap kepalaku dan mendoakan keberkahan bagiku dan beliau berwudhu lalu aku minum dari bekas air wudhunya. Setelah itu aku berdiri di belakang punggungnya dan kulihat cap kenabian ada di antara kedua pundaknya seperti telur burung puyuh.” (Muttafaq Alaih).

13. Meluruskan Kekeliruan dengan Bijak

Rafi’ bin ‘Amru Al Ghifari mengatakan:

“Dahulu aku dan anak muda sebayaku sering melempari pohon kurma milik orang-orang Anshar. Maka hal itu dilaporkan kepada Rasulullah, ‘Ada anak yang suka melempari pohon kurma kami.’ Akhirnya, aku dibawa menghadap Rasulullah dan beliau bertanya:

‘Nak, mengapa engkau melempari pohon kurma?’ Aku menjawab, ‘Untuk saya makan buahnya.’ Beliau bersabda, ‘Kamu jangan lagi melempari pohon kurma, tapi makanlah buahnya yang jatuh di bawahnya.’

Selanjutnya, beliau mengusap kepalaku seraya berdoa, ‘Ya Allah, kenyangkanlah perutnya’.” (Az Zar’i, Hasyiyah Ibnu Qayyim, dishahihkan At Tirmizi).

14. Membantu dan Mengajari Anak Bila Tidak Mampu Mengerjakan Sesuatu

Abu Sa’id Al Khudri berkata:

“Rasulullah berjumpa dengan seorang anak muda yang sedang menguliti kambing, maka beliau bersabda kepadanya: ‘Minggirlah, aku akan memperlihatkan cara yang benar kepadamu.’

Rasulullah pun memasukkan tangannya di antara kulit dan daging seraya memanjangkannya hingga tangannya masuk sampai ke bagian ketiaknya, lalu bersabda, ‘Hai anak muda, seperti inilah yang harus kamu lakukan bila menguliti kambing.’

Sesudah itu beliau berlalu dan shalat dengan orang banyak tanpa berwudhu lagi dan tidak menyentuh air.” (Shahih Ibnu Hibban: III, 1163 dan Shahih Abu Dawud, 3239).

15. Mengajari Cara Pengobatan Alami

Diriwayatkan:

Umar pernah menemui Rasulullah, sedangkan di dekat beliau terdapat seorang anak remaja berkulit hitam yang sedang memijit punggung beliau. Umar bertanya, “Apa yang terjadi?” Beliau menjawab, “Tadi malam aku terjatuh dari untaku.” (Lihat Ibnu Atsir, An Nihayah bab Qahama).

Terlihat bahwa Rasulullah mengajari anak remaja itu bagaimana cara memijat otot-otot beliau agar memperingan rasa sakit.

16. Bergaul dan Menceritakan Pengalaman Masa Kecil kepada Anak

Anas mengatakan:

“Sesungguhnya, dahulu Rasulullah benar-benar bergaul dengan kami.” Rasulullah juga menceritakan kepada anak-anak tentang pengalaman kecil beliau. Beliau bersabda:

“Aku pernah menghadiri perjanjian Muthayyibin bersama paman-pamanku saat aku masih remaja, dan aku tidak suka melanggar perjanjian itu meskipun diberi imbalan unta merah.” (Bukhari, Kitab Adab, 5664).

17. Mengucapkan Salam kepada Anak-anak yang Sedang Bermain

Anas telah menceritakan:

Bahwa pada suatu hari ia berjumpa dengan sejumlah anak-anak, lalu ia mengucapkan salam kepada mereka. Anas berkata, “Seperti itulah yang dilakukan oleh Rasulullah.” (Bukhari, Kitab Isti’dzan, 5778).

Bagi para orang tua, buang rasa segan dan canggung untuk memulai mengucapkan salam terlebih dahulu kepada sekelompok anak. Demikian Rasulullah memberi teladan.

18. Mengajari Etika Masuk Rumah

Anas berkata, Rasulullah bersabda:

“Hai anakku, jika kamu masuk ke dalam rumah keluargamu ucapkanlah salam, niscaya akan membawa berkah kepadamu dan juga bagi keluargamu.” (Tirmizi, Kitab Adab wal Isti’dzan, 2622).

Beliau bersabda kepada orang yang masuk ke tempat beliau tanpa mengucapkan salam lebih dahulu:

“Kembalilah dan ucapkan, ‘Assalamu’alaikum, apakah aku boleh masuk?’”

Mengucapkan salam merupakan latihan bagi mereka tentang adab-adab yang diajarkan oleh syariat. Dalam hal ini juga berfungsi sebagai penunduk sifat sombong, dan mengandung makna tawadhu dan kelembutan. (Fathul Bari’, Kitab Isti’dzan, XI).

19. Mengajarkan Anak Etika Meminta Izin

Anas sering masuk ke tempat Rasulullah tanpa izin. Pada suatu hari Anas datang dan hendak masuk begitu saja, maka Rasulullah bersabda kepadanya:

“Tetaplah di tempatmu wahai anakku, karena sesungguhnya telah terjadi suatu perintah berkenaan denganmu, maka jangan lagi kamu masuk kecuali dengan meminta izin terlebih dahulu.” (Bukhari, Adabul Mufrad, 807).

Sahl bin Sa’ad berkata:

“Seorang lelaki mengintip dari suatu lubang ke kamar Rasulullah yang saat itu beliau sedang memegang sisir untuk menggaruk kepada beliau. Ketika Rasulullah melihat kelakuan lelaki itu, beliau bersabda:

 “Seandainya sejak semula aku mengetahui kamu sedang mengintip, tentulah akan kutusuk matamu dengan ini. Meminta izin itu ditetapkan tiada lain hanyalah untuk kebolehan melihat.” (Muttafaq Alaih).

20. Memotivasi Anak Menghadiri Perayaan dan Mengunjungi Kerabat

Anas berkata:

“Rasulullah melihat anak-anak dan kaum wanita datang dari pesta perkawinan. Beliau pun berdiri tegak (dengan gembira), lalu bersabda:

 ‘Ya Allah (saksikanlah), kalian termasuk orang-orang yang paling kucintai’.” Rasulullah mengucapkannya sebanyak tiga kali, yang dimaksud adalah kaum Anshar.

21. Menjaga Perasaan Anak-anak dalam Perayaan

Aisyah meriwayatkan:

Bahwa Abu Bakar masuk ke tempatnya saat ia bersama dua budak yang menyanyikan dan memukul rebana pada hari-hari mina. Sementara itu, Rasulullah sedang membentangkan (menjemur) baju beliau. Maka Abu Bakar membentak mereka berdua. Rasulullah pun melongokkan wajah dari balik baju yang dijemurnya dan bersabda:

“Biarkanlah saja wahai Abu Bakar karena ini sedang hari raya.”

Aisyah berkata:

“Aku melihat Rasulullah menutup dirinya dariku dengan jubahnya sedangkan aku melihat orang-orang Habasyah yang sedang bermain saat aku masih kecil. Maka mereka menghormati kadudukan anak kecil.”

22. Menganjurkan Anak Bergaul dengan Ulama dan Bersikap Santun Kepada Mereka

Rasulullah bersabda:

“Sungguh, memuliakan orang Islam yang tua usia, orang yang pandai tentang Al Qur’an yang tidak sombong dan tidak mengabaikannya, serta memuliakan penguasa yang adil termasuk bagian dari mengagungkan Allah.” (Shahih Al Jami’, 2199).

Rasulullah juga bersabda:

“Tidak termasuk golonganku orang yang tidak belas kasih terhadap yang lebih muda dan tidak mau menghormati orang yang lebih tua serta tidak pula menghargai hak orang yang alim di antara kita.” (Ahmad, Musnad Anshar, 21693).

23. Memberitahu Anak tentang Peperangan Kaum Muslim Menghadapi Musuh

Urwah menceritakan:

Bahwa ayahnya, Zubair mempunyai beberapa bekas luka pada tubuhnya yang dialami sewaktu dalam peperangan badar. Urwah berkata, “Aku sering memasukkan jariku ke dalam bekas luka pukulan pedang yang sudah sembuh itu seraya memainkannya sewaktu aku masih kecil…” (Bukhari, Kitab Maghazi, 3678).

Memberitahu anak terhadap penindasan kaum muslim di berbagai belahan bumi oleh musuh-musuh Islam dapat menumbuhkan kepedulian terhadap nasib saudara seiman, sekaligus tanggungjawab apa yang harus mereka lakukan hari ini dan esok.

24. Mengingatkan Anak Agar Tidak Berteman dengan Orang Jahat

Rasulullah bersabda:

“Perumpamaan teman duduk yang baik dan teman duduk yang buruk adalah seperti orang yang membawa minyak misik dan pande besi. Pembawa minyak misik adakalanya memberikannya kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu peroleh bau yang harum darinya, tetapi pande besi adakalanya baju kamu akan terbakar oleh percikan apinya atau kamu peroleh bau yang tidak enak darinya.” (Muttafaq Alaih).

25. Mengajari Etika Berbicara dan Menghormati yang Lebih Tua

Diriwayatkan:

Abdurrahman bin Sahl dan Huwayyishah bin Mas’ud datang menghadap kepada Rasulullah. Abdurrahman membuka pembicaraan, maka Rasulullah bersabda:

“Hormatilah yang lebih tua! Hormatilah yang lebih tua!” (Muttafaq Alaih).

Diriwayatkan:

Rasulullah sendiri apabila putrinya, Fatimah, masuk menemuinya, beliau bangkit menyambutnya dan menciumnya serta mendudukannya di tempat duduknya. Begitu pula sebaliknya, apabila beliau masuk menemuinya, ia bangkit menyambutnya dan menciumnya serta mempersilahkannya duduk di tempat duduknya.” (Ibnu Abdil Bar, At Tamhid: XXIII, 204).

Diriwayatkan:

Ketika Sa’ad bin Mu’adz hendak masuk ke masjid dan telah berada di dekatnya, Rasulullah bersabda kepada orang-orang Anshar:

“Berdirilah kalian untuk menghormati pemimpin kalian atau orang yang terbaik di antara kalian.” (Muttafaq Alaih).

26. Mendidik Anak untuk tidak Menjengkelkan Sesamanya

Rasulullah bersabda:

“Tidaklah beriman kepadaku orang yang tidur malam dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan dan ia mengetahuinya.” (Shahih Al Jami’, 5505).

Al Ghazali mengatakan:

“Hendaknya seorang anak tidak dibiarkan berbangga diri didepan teman-teman sebayanya dengan harta yang dimiliki oleh orang tuanya atau dengan sesuatu dari makanannya, pakaiannya, atau buku dan penanya. Akan tetapi, hendaklah anak dibiasakan bersikap rendah diri, menghormati setiap orang yang bergaul dengannya, dan lemah lembut tutur sapanya dengan mereka.” (Ihya ‘Ulumuddin).

27. Memperingatkan Anak Agar Tidak Saling Mengancam Meski Bergurau

Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda:

“Barang siapa yang mengacungkan besi kepada saudaranya, maka sungguh para malaikat melaknatnya sampai ia meninggalkan perbuatannya, meski yang diacungi itu saudara kandungnya.” (Muslim, Kitab Birri  wash Shilah, 4741).

Para malaikat melaknat orang yang melakukan hal tersebut walaupun hanya bercanda.

28. Melarang Anak Mengejutkan Orang Lain Meski Bergurau

Abdurrahman bin Abu Laila mengatakan:

“Para sahabat pernah menceritakan kepada kami bahwa ketika mereka sedang dalam perjalanan bersama Rasulullah dalam suatu misi, tiba-tiba seorang lelaki diantara mereka tidur. Salah seorang di antara mereka pun mengambil anak panahnya. Ketika lelaki itu terbangun, ia terkejut karena anak panahnya tidak ada dan orang-orang menertawakannya. Rasulullah bertanya:

‘Mengapa kalian tertawa?’

Mereka menjawab, ‘Tidak ada, melainkan kami telah mengambil anak panah orang ini, lalu ia terkejut.’ Rasulullah bersabda:

‘Seorang muslim tidak boleh menakut-nakuti saudaranya sesama muslim’.” (Shahih, Musnad Ahmad, 22959).

29. Memberi Keringanan Kepada Anak

Anas bercerita:

“Rasulullah adalah orang yang akhlaknya paling baik. Suatu hari beliau mengutusku untuk suatu keperluan. Aku berkata, ‘Demi Allah, aku tidak akan pergi.’ Namun, hatiku berbisik bahwa aku harus pergi karena ini adalah perintah Rasulullah. Akhirnya, aku berangkat hingga melewati anak-anak yang sedang bermain di pasar. Tanpa sadar, ternyata Rasulullah memegang tengkukku dari belakang. Aku pun memandang beliau, sedangkan beliau tertawa. Beliau bersabda:

‘Wahai Anas kecil, apakah engkau telah pergi sesuai perintahku?’ Aku menjawab, ‘Ya, saya akan pergi wahai Rasulullah’.” (Telah ditakhrij sebelumnya).

30. Melarang Anak Lelaki Menyerupai Perempuan, dan Sebaliknya

Abdullah bin Yazid berkata:

“Ketika kami sedang berada di rumah Abdullah bin Mas’ud, datanglah seorang anaknya yang mengenakan baju gamis dari kain sutera. Ibnu Mas’ud bertanya, ‘Siapa yang memberimu pakaian ini?’ Anaknya menjawab, ‘Ibuku.’ Ibnu Mas’ud pun merobek baju gamisnya dan berkata, ‘Katakanlah kepada ibumu agar dia memberimu pakaian selain kain sutera ini’.” (Majma’uz Zawaid: V, 144).

Rasulullah bersabda:

“Kaum lelaki dari umatku diharamkan mengenakan kain sutera dan emas, dan kaum wanitanya dihalalkan (mengenakan keduanya).” (At Turmidzi, Kitab Libas, 1742).

31. Melatih Anak Berpenampilan Sederhana dan Melatih Ketahanan Diri

Rasulullah bersabda:

“Tidak ada yang memakai sutera di dunia kecuali orang yang nanti di akhirat tidak mendapatkannya kecuali hanya sekian.” Beliau bersabda sambil menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah. (Tahqiq Musnad Ahmad, 243).

Dalam hal melatih ketahanan diri anak, Rasulullah sendiri pernah mengembala kambing. Beliau bersabda:

“Tidaklah sekali-kali Allah mengutus seorang nabi, melainkan pernah mengembala kambing.” Para sahabat bertanya, “Dan juga engkau?” Beliau menjawab, “Ya, dahulu aku mengembala kambing milik penduduk Mekkah dengan imbalan beberapa qirath.” (Bukhari, 2102).

Rasulullah juga pernah melakukan perlombaan memanah, balap lari, balap kuda, dan balap unta. Beliau bersabda:

“Tiada perlombaan kecuali memanah, balap kuda, atau balap unta.” (Shahih Sunan Ibnu Majah, 2787).

Abul Ward meriwayatkan dari Ali yang menceritakan:

Bahwa Fatimah menggiling gandum dengan tangannya sendiri hingga meninggalkan bekas pada tangannya, mengambil air sendiri dengan qirbah sehingga membekas pada lehernya, dan ia menyapu rumahnya sendiri hingga pakaiannya berdebu. Ketika Rasulullah mendapat banyak pelayan, Ali berkata, “Sebaiknya kamu datang menghadap kepada ayahmu untuk meminta seorang pelayan untuk meringankan pekerjaanmu.” Fatimah pun datang mengahadap kepada Rasulullah, tapi dia menjumpai di sisi beliau sedang banyak orang. Akhirnya Fatimah pulang.

Keesok harinya Fatimah datang lagi kepada Rasulullah dan beliau bertanya, “Apa keperluanmu?” Fatimah diam, sehingga terpaksa Ali yang berbicara tentang maksud kedatangannya. Maka Rasulullah bersabda:

“Hai Fatimah, bertakwalah kapada Allah, tunaikanlah kewajiban Rabbmu dan lakukanlah pekerjaan rumah tanggamu. Apabila engkau hendak tidur, bertasbihlah sebanyak 33 kali, bertahmidlah sebanyak 33 kali, kemudian bertakbirlah sebanyak 34 kali. Itulah 100 wirid yang lebih baik bagimu dari pada mendapat seorang pelayan.” (Muttafaq Alaih).

32. Memperlakukan Anak Perempuan dengan Baik dan Menjelaskan Kedudukannya Mereka dalam Islam

Diriwayatkan:

Rasulullah selalu menyambut dan mencium Fatimah ketika ia datang, menggandeng tangannya, mempersilahkan ia duduk di sebelah beliau. Rasulullah bersabda:

“Barang siapa memeliki tiga anak perempuan, atau tiga saudara perempuan, atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan lalu memperlakukan mereka dengan baik dan bertakwa kepada Allah dalam mengasuh mereka, maka baginya surga.” (At Turmidzi, Kitab Barri wash Shilah, 1839 dan Abu Dawud, Kitab Adab, 4481).

33. Mengingatkan Orang yang Menelantarkan Nafkah dan Pendidikan Anak

Rasulullah bersabda:

“Bila ia keluar karena berusaha mencari nafkah untuk anaknya yang masih kecil maka ia berada di jalan Allah. Bila ia keluar mencari nafkah untuk dirinya maka ia berada di jalan Allah. Dan bila ia keluar mencari nafkah karena ingin dilihat atau sebagai kebanggaan, maka ia berada di jalan setan.”

34. Mengingatkan Agar Tidak Merendahkan Orang Lain

Aisyah berkata:

“Aku pernah berkata kepada Rasulullah, ‘Cukuplah sikapmu terhadap Shafiyyah karena dia begini dan begini’. Maka Rasulullah bersabda:

 ‘Sungguh, engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang seandainya kalimat itu dicampukan dengan air laut, niscaya akan mencemarinya’.” (Ahmad, Kitab Adab, 4232).

Demikianlah beberapa cara mendidikan anak-anak metode Rasulullah SAW untuk usia 11 – 14 tahun [BAGIAN-3]. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.

Sumber: mahluktermulia.wordpress / Syeih Jamal Abdurrahman dalam bukunya yang berjudul “Athfalul Muslimin Kaifa Robaahumun Nabiyyul Amin Saw” yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Agus Suwandi dengan Judul  “Islamic Parenting, Pendidikan Anak Metode Nabi” Solo: Aqwam, 2010

 Baca artikel sebelumnya:

Pendidikan Anak Metode Rasulullah SAW (Usia 0 – 3 Tahun) [BAGIAN-1]

Pendidikan Anak Metode Rasulullah SAW (Usia 4 – 10 Tahun) [BAGIAN-2]

Pendidikan Anak Metode Rasulullah SAW (Usia 4 – 10 Tahun) [BAGIAN-2]

Berikut ini kami bagikan cara mendidikan anak-anak metode Rasulullah SAW untuk usia 4 – 10 tahun [BAGIAN-2]. (Baca artikel sebelumnya pada Bagian-1: Pendidikan Anak Metode Rasulullah SAW (Usia 0 – 3 Tahun))

1. Menasihati dan Mengajari Saat Berjalan Bersama

Berikut ini adalah kisah yang dituturkan Abdullah bin Abbas ketika diajak jalan bersama Rasulullah di atas
kendaraan beliau. Dalam perjalanan ini, beliau mengajarkan kepadanya beberapa pelajaran sesuai jenjang usia dan kemampuan daya pikirannya melalui dialog ringkas, langsung dan mudah. Rasulullah bersabda:

“Nak, aku akan memberimu beberapa pelajaran: peliharalah Allah, niscaya Dia akan balas memeliharamu. Peliharalah Allah, niscaya kamu akan menjumpai-Nya dihadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, dan jika kamu meminta pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, sesungguhnya andaikata manusia bersatu-padu untuk memberimu suatu manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan dapat memberikannya kepadamu, kecuali mereka telah ditakdirkan oleh Allah untukmu.”

“Dan seandainya mereka bersatu padu untuk menimpakan suatu bahaya kepadamu, niscaya mereka tidak akan dapat membahayakanmu, kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah bagimu, pena telah diangkat dan lembaran catatan telah mengering.” (At Turmizi, Kitab Shifatul Qiyamah, 2516).

2. Menarik Perhatian Anak dengan Ucapan yang Lembut

Diriwayatkan:

Adakalanya Rasulullah memanggil anak dengan panggilan yang paling sesuai dengan jenjang usianya, seperti ungkapan, “Anak muda, sesungguhnya aku akan memberimu beberapa pelajaran.” Dan seterusnya. Adakalanya beliau memanggil dengan sebutan, “Anakku” seperti beliau lakukan kepada Anas saat turun ayat hijab, “Hai anakku, mundurlah kamu ke belakang.”

Rasulullah menyebut anak-anak Ja’far, putra pamannya, “Panggilkanlah anak-anak saudaraku.” Beliau pun menanyakan kepada ibunya, “Mengapa aku lihat tubuh keponakanku kurus-kurus seperti anak-anak yang sakit?” (Muslim, 4075).

Seseorang lebih terkesan bila dipanggil dengan julukan, gelar, dan predikat yang baik dari pada nama aslinya. Tak terkecuali anak-anak. Ironisnya, yang sering kali kita dapati anak-anak yang dipanggil dengan julukan tidak enak didengar, seperti: gundul, gembrot, kribo, dan sebagainya.

3. Menghargai Mainan Anak dan Jangan Melarangnya Bermain

Apa yang akan Anda katakan ketika mengetahui bahwa Hasan bin Ali mempunyai anak anjing untuk mainannya. Abu Umair bin Abu Thalhah mempunyai burung pipit untuk mainannya, dan Aisyah mempunyai boneka perempuan untuk mainannya.

Hingga setelah aghil baligh dan dinikahi Rasulullah, Aisyah membawa serta boneka mainannya ke rumah beliau, bahkan Rasulullah mengajak semua teman-teman Aisyah ke dalam rumah untuk bermain bersama Aisyah. Realitas seperti ini menunjukkan pengakuan dari Rasulullah terhadap kebutuhan anak kecil terhadap mainan, hiburan dan pemenuhan kecenderungan (bakat).

Al Ghazali mengatakan:

“Usai keluar dari sekolah, sang anak hendaknya diizinkan untuk bermain dengan mainan yang disuainya untuk merehatkan diri dari kelelahan belajar di sekolah. Sebab, melarang anak bermain dan hanya disuruh belajar terus, akan menjenuhkan pikirannya, memadamkan kecerdasannya, dan membuat masa kecilnya kurang bahagia. Anak yang tidak boleh bermain pada akhirnya akan berontak dari tekanan itu dengan berbagai macam cara.” (Ihya ‘Ulumuddin: III, 163).

Al Ghazali juga menambahkan, “Hendaknya sang anak dibiasakan berjalan kaki, bergerak, dan berolah raga pada sebagian waktu siang agar tidak menjadi anak yang pemalas.”

4. Tidak Membubarkan Anak yang Sedang Bermain

Anas berkata:

“Pada suatu hari aku melayani Rasulullah. Setelah tugasku selesai, aku berkata dalam hati, ‘Rasulullah pasti sedang istirahat siang.’ Akhirnya, aku keluar ke tempat anak-anak bermain. Aku menyaksikan mereka sedang bermain. Tidak lama kemudian, Rasulullah datang seraya mengucapkan salam kepada anak-anak yang sedang bermain. Beliau lalu memanggil dan menyuruhku untuk suatu keperluan. Aku pun segera pergi untuk menunaikannya, sedangkan beliau duduk dibawah sebuah pohon hingga aku kembali….” (Ahmad, 12956).

Selain penting bagi pertumbuhan mental dan fisik anak, permainan mereka perlukan sebagaimana orang dewasa memerlukan pekerjaan. Pikirkanlah dahulu untuk membubarkan mereka saat bermain. Kalau untuk memperingatkan karena waktu yang tidak tepat atau membahayakan diri dan orang lain, lakukan dengan penuh bijaksana.

5. Tidak Memisahkan Anak dari Keluarganya

Abu Abdurrahman Al Hubuli meriwayatkan:

Bahwa dalam suatu peperangan Abu Ayyub berada dalam suatu pasukan, kemudian anak-anak dipisahkan dari ibu-ibu mereka, sehingga anak-anak itu menangis. Abu Ayyub pun segera bertindak dan mengembalikan anak-anak itu kepada ibunya masing-masing.

Abu Ayyub lalu mengatakan, bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa memisahkan antara seorang ibu dan anaknya, niscaya Allah akan memisahkan antara dia dan orang-orang yang dicintainya pada hari kiamat.” (At Turmizi, 1204).

Rasulullah juga melarang seseorang duduk di tengah-tengah antara seorang ayah dan anaknya dalam suatu majelis. Beliau bersabda:

“Janganlah seseorang duduk diantara seorang ayah dan anaknya dalam sebuah majelis.” (At Thabrani, Al Ausath: IV, 4429).

6. Jangan Mencela Anak

Anas mengatakan:

“Aku melayani Rasulullah selama 10 tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah mengatakan, ‘Ah,’ tidak pernah menanyakan, ‘Mengapa engkau lakukan itu?’ dan tidak pula mengatakan, ‘Mengapa engkau tidak melakukan itu?’.” (Muttafaq Alaih).

Anas juga mengatakan:

“Beliau tidak pernah sekali pun memerintahkan sesuatu kepadaku, kemudian akan manangguhkan pelaksanaannya, lalu beliau mencelaku. Jika ada salah seorang dari ahli baitnya mencelaku, beliau justru membelaku, ‘Biarkanlah dia, seandainya hal itu ditakdirkan terjadi, pastilah terjadi.”

Al Ghazali memberi nasihat:

“Janganlah banyak mengarahkan anak dengan celaan karena yang bersangkutan akan menjadi terbiasa dengan celaan. Dengan celaan anak akan bertambah berani melakukan keburukan dan nasihat pun tidak dapat mempengaruhi hatinya lagi. Hendaklah seorang pendidik selalu menjaga wibawa dalam berbicara dengan anak. Untuk itu, janganlah ia sering mencela, kecuali sesekali saja bila diperlukan. Hendaknya sang ibu mempertakuti anaknya dengan ayahnya serta membantu sang ayah mencegah anak dari melakukan keburukan.” (Ihya ‘Ulumuddin: III).

7. Mengajarkan Akhlak Mulia

Anas menuturkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Wahai anakku, jika engkau mampu membersihkan hatimu dari kecurangan terhadap seseorang, baik pagi hari maupun petang hari, maka lakukanlah. Yang demikian itu termasuk tuntunanku. Barang siapa yang menghidupkan tuntunanku, berarti ia mencintaiku, dan barang siapa mencintaiku niscaya akan bersamaku di dalam surga.” (At Turmizi, Kitab ‘Ilmi, 2602).

Al Ghazali mengatakan:

“Anak harus dibiasakan agar tidak meludah atau mengeluarkan ingus di majelisnya, menguap dihadapan orang lain, membelakangi orang lain, bertumpang kaki, bertopang dagu, dan menyandarkan kepala ke lengan, karena beberapa sikap ini menunjukkan pelakunya sebagai orang pemalas. Anak harus diajari cara duduk yang baik dan tidak boleh banyak bicara. Perlu dijelaskan pula bahwa banyak bicara termasuk perbuatan tercela dan tidak pantas dilakukan. Laranglah anak membuat isyarat dengan kepala, baik membenarkan maupun mendustakan, agar tidak terbiasa melakukannya sejak kecil.” (Ihya ‘Ulumuddin: III, 62).

8. Mendoakan Kebaikan, Menghindari Doa Keburukan

Jabir bin Abdullah berkata, bahwa Rasulullah bersabda:

“Janganlah kalian mendoakan keburukan untuk diri kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan untuk anak-anak kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan untuk pelayan kalian, dan jangan pula kalian mendoakan keburukan untuk harta benda kalian, agar jangan sampai kalian menjumpai suatu saat yang di dalamnya Allah memberi semua permintaanmu, kemudian mengabulkan doa kalian.” (Muslim, Kitab Zuhud wa Raqaiq, 5328 dan Abu Dawud, Kitab Shalat, 1309).

Orang tua harus dapat mengontrol penuh lisannya, agar tidak keluar ancaman atau ucapan yang bisa menjadi doa keburukan bagi sang anak. Doa itu tak harus sesuatu yang khusus diucapkan saat bersimpuh di hadapan Allah. Ucapan seketika, seperti, “Dasar anak bandel,” pun bisa bermakna doa. Dan doa orang tua kepada anak itu bakal manjur. (Untuk lebih jelasnya lihat hadits At Turmizi, Kitab Birri wash Shilah, 1828).

9. Meminta Izin Berkenaan dengan Hak Anak

Sahl bin Sa’ad meriwayatkan:

Bahwa disajikan kepada Rasulullah segelas minuman, lalu beliau meminumnya, sedang disebelah kanan beliau terdapat seorang anak dan disebelah kirinya terdapat orang tua. Sesudah minum, beliau bertanya kepada si anak, “Apakah engkau setuju bila aku memberi minum mereka terlebih dahulu?” Ia menjawab, “Tidak, demi Allah, aku tidak akan memberikan bagianku darimu.”  Rasulullah pun menyerahkan wadah itu ke tangannya. (Muttafaq Alaih).

10. Mengajari Anak Menyimpan Rahasia

Abdulllah bin Ja’far bercerita:

“Pada suatu hari Rasulullah memboncengku di belakangnya. Beliau kemudian membisikkan suatu pembicaraan kepadaku agar tidak terdengar oleh seorang pun.” (Muslim, Kitab Haidh, 517 dan Abu Dawud, Kitab Jihad, 2186).

11. Makan Bersama Anak Sembari Memberikan Pengarahan dan Meluruskan Kekeliruan Mereka

Umar bin Abu Salamah bercerita:

“Ketika masih kecil, aku berada di pangkuan Rasulullah dan tanganku menjalar ke mana-mana di atas nampan. Rasulullah bersabda kepadaku, ‘Hai bocah, sebutlah nama Allah (berdoa), makanlah dengan tangan kanan, dan makanlah makanan yang ada di dekatmu.’ Maka senantiasa seperti itulah cara makanku sesudahnya.” (Bukhari, Kitab Ath’imah, 4957).

Abdullah bin Umar tidak pernah melakukan shalat malam, maka Rasulullah bersabda:

“Sebaik-baik lelaki adalah Abdullah bin Umar seandainya dia shalat malam.”  Sesudah itu, dia hanya tidur sebentar saja setiap malamnya. (Muslim, Kitab Fadhuish Shahabah, 4528).

12. Berlaku Adil Kepada Anak, Tanpa Membedakan Laki-laki atau Perempuan

Diriwayatkan:

Nu’man bin Basyir pernah datang kepada Rasulullah lalu berkata, “Sungguh, aku telah memberikan sesuatu kepada anak laki-lakiku yang dari Amarah binti Rawwahah, lalu Amarah menyuruhku untuk menghadap kepadamu agar engkau menyaksikannya, ya Rasulullah.”

Rasulullah bertanya, “Apakah engkau juga memberikan hal yang sama kepada anak-anakmu yang lain?” Ia menjawab, “Tidak.” Rasulullah bersabda, “Bertakwalah kamu kepada Allah dan berlaku adillah kamu diantara anak-anakmu.”  Nu’man pun mencabut kembali pemberiannya. (Bukhari, Kitab Hibah, 2398).

13. Melerai Anak yang Terlibat Perkelahian

Rasulullah pernah memisahkan dua bocah yang terlibat dalam perkelahian. Beliau meluruskan pemikiran mereka dan menyerukan kepada orang-orang dewasa untuk menangkal kezaliman. (Lebih jelasnya lihat hadits Muslim, Kitab Birr wash Shilah, 4681).

14. Gali Potensi Mereka

Ibnu Umar meriwayatkan, bahwa Rasulullah bersabda,

“Di antara pepohonan yang tumbuh di daerah pedalaman terdapat sebuah pohon yang dedaunannya tidak pernah gugur, dan itulah perumpamaan seorang muslim. Ceritakanlah kepadaku pohon apakah itu?”

Orang-orang menebaknya dengan beragam pepohonan yang tumbuh di daerah pedalaman tersebut. Ibnu Umar berkata:

‘Dalam hatiku terbetik bahwa pohon yang dimaksud adalah pohon kurma, tetapi aku merasa malu untuk mengutarakannya (karena saat itu usiaku masih sangat muda). Selanjutnya, mereka pun menyerah dan berkata, ‘Ceritakanlah kepada kami wahai Rasulullah, pohon apakah itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Itulah pohon kurma’.” (Muttafaq Alaih).

15. Rangsang dengan Hadiah

Diriwayatkan:

Rasulullah pernah membariskan Abdulullah, Ubaidillah dan sejumlah anak-anak pamannya, Al Abbas, dalam suatu barisan, kemudian beliau bersabda: “Siapa yang paling dahulu sampai kepadaku, dia akan mendapatkan (hadiah) ini.”

Mereka pun berlomba lari menuju tempat Rasulullah berada. Setelah mereka sampai di tempat beliau, ada yang memeluk punggung dan ada pula yang memeluk dada beliau. Rasulullah menciumi mereka semua serta menepati janji kepada mereka. (Majmu’uz Zawaid: IX, 17).

16. Menghibur Anak Yatim dan Menangis Karena Mereka

Rasulullah bersabda:

“Aku dan pengasuh anak yatim itu di surga seperti ini.” Beliau menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah dengan meregangkan sedikit saja. (Bukhari, Kitab Thalaq, 4892 dan Kitab Adab, 5556; Tirmizi, Kitab Barri wash Shilah, 1841).

Rasulullah pernah menciumi dan bercucuran air mata ketika melihat anak-anak Ja’far menjadi yatim karena ayahnya gugur dalam medan perang, beliau juga menghibur mereka. (Lebih jelasnya lihat hadits Ahmad, Musnaddul Anshar, 25839 dan Musnadul Ahli Baith, 1695).

17. Merampas Hak Anak Yatim

Rasulullah bersabda:

“Ya Allah, sesungguhnya aku mengharamkan hak dua orang lemah, yaitu anak yatim dan wanita.” (Ibnu Majah, Kitab Adab, 3668 dan Ahmad Musnadul Mukstirin, 9289).

Dengan demikian, seleksilah benar-benar harta kita. Adakah di dalamnya hak anak yatim yang kita rampas? Sebab, ancaman memakan harta mereka begitu jelas dan gamblang.

18. Melarang Bermain Saat Setan Berkeliaran dan Lindungilah dari penyakit ‘Ain

Rasulullah bersabda:

“Apabila malam mulai gelap (malam telah tiba), tahanlah anak-anak kalian, karena setan saat itu sedang bertebaran. Apabila telah berlalu sesaat dari waktu maghrib, lepaskanlah mereka….” (Bukhari, Kitab Badil Khalq, 3038).

Aisyah menceritakan:

Bahwa Rasulullah melihat anak yang sedang menangis kemudian beliau bersabda, “Mengapa bayi kelian menangis? Mengapa tidak kalian ruqyah dari penyakit ‘ain?” (Shahih Al Jami’, 5662).

19. Mengajari Azan dan Shalat

Abu Mahdzurah bercerita:

“Aku bersama 10 orang  remaja berangkat bersama Rasulullah dan rombongan. Pada saat itu, Rasulullah adalah orang paling kami benci. Mereka kemudian menyerukan azan dan kami yang 10 orang remaja ikut pula menyerukan azan dengan maksud mengolok-ngolok mereka. Rasulullah bersabda, ‘Bawa kemari 10 orang remaja itu!’ Beliau memerintahkan, ‘Azanlah kalian!’ Kami pun menyerukan azan.

Kemudian selesai azan, Rasulullah bersabda:

 ‘Alangkah baiknya suara anak remaja yang baru kudengar suaranya ini. Sekarang pergilah kamu dan jadilah juru azan buat penduduk Mekkah.’

Beliau bersabda demikian seraya mengusap ubun-ubun Abu Mahdzurah, kemudian beliau mengajarinya azan dan bersabda kepadanya:

‘Tentu engkau sudah hafal bukan?’ Abu Mahdzurah tidak mencukur rambutnya karena Rasulullah waktu itu mengusapnya. (Ahmad, Musnadul Makkiyah, 14833).

Mengenai shalat, Rasulullah bersabda:

“Ajarilah anak-anak kalian shalat sejak usia 7 tahun dan pukullah ia karena meninggalkannya bila telah berusia 10 tahun.” (Tirmizi, Kitab Shalat, 372 dan Abu Dawud, Kitab Shalat, 418).

Anas bin Malik berkata:

“Pada suatu hari aku pernah masuk ke tempat Rasulullah dan yang ada hanyalah beliau, aku, ibuku, dan Ummu Haram, bibiku. Tiba-tiba Rasulullah menemui kami lalu bersabda, ‘Maukah bila aku mengimami shalat untuk kalian?’ Kala itu bukan waktu shalat. Maka salah seorang berkata, ‘Bagaimana Anas diposisikan di dekat beliau?’ Beliau menempatkanku di kanan beliau lalu beliau shalat bersama kami…” (As Silsilatush Shahihah, 140).

Tanpa cangung, Rasulullah mengajak anak shalat berjamaah meski tak ada orang selain anak tersebut, tanpa ragu pula, beliau mengangkat pemuda yang membencinya untuk menjadi tukang azan atau muazin kota Mekkah.

20. Mengajari Anak Sopan Santun dan Keberanian

Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa Rasulullah pernah meminta izin kepada anak ketika beliau hendak memberi minum kepada tamu yang dewasa terlebih dahulu sebelum dia. Namun anak itu menolak. Saat itu Rasulullah tidak bersikap kasar dan tidak menegurnya.

Di antara keberanian yang beretika ialah anak tidak dibiarkan berbuat sesuatu dengan sembunyi-sembunyi. Al Ghazali mengatakan:

“Anak hendaknya dicegah dari mengerjakan apa pun dengan cara sembunyi-sembunyi. Sebab, ketika anak menyembunyikannya berarti dia menyakini perbuatan tersebut buruk dan tidak pantas dilakukan”.  (Ihya ‘Ulumuddin, III).

21. Menjadikan Anak yang Lebih Muda sebagai Imam Shalat dan Pemimpin dalam Perjalanan

Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Bila kalian sedang berpergian, hendaknya yang menjadi imam adalah yang paling bagus bacaannya di antara kalian, walaupun ia orang yang paling muda. Bila ia telah menjadi imam berarti ia adalah pemimpin.” (Al Bazzar, hasan menurut Al Haitsami, Majma’uz Zawaid: II, 64).

Dan dikuatkan dengan hadits shahih, Amru bin Salamah berkata, Rasulullah bersabda:

“Hendaknya yang menjadi imam kalian adalah yang paling banyak bacaan Al Qur’annya.” (Shahih Al Jami’, 5350).

Demikianlah beberapa cara mendidikan anak-anak metode Rasulullah SAW untuk usia 4 – 10 tahun [BAGIAN-2]. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.

 Sumber: mahluktermulia.wordpress / Syeih Jamal Abdurrahman dalam bukunya yang berjudul “Athfalul Muslimin Kaifa Robaahumun Nabiyyul Amin Saw” yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Agus Suwandi dengan Judul  “Islamic Parenting, Pendidikan Anak Metode Nabi” Solo: Aqwam, 2010

Baca artikel sebelumnya:

Pendidikan Anak Metode Rasulullah SAW (Usia 0 – 3 Tahun) [BAGIAN-1]

Baca artikel selanjutnya:

Pendidikan Anak Metode Rasulullah SAW (Usia 11 – 14 Tahun) [BAGIAN-3]

Pendidikan Anak Metode Rasulullah SAW (Usia 0 – 3 Tahun) [BAGIAN-1]

Berikut ini kami bagikan cara mendidikan anak-anak metode Rasulullah SAW untuk usia 0 – 3 tahun
[BAGIAN-1].

1. Berdoa Untuk Anak Saat Masih dalam Sulbi Ayah

Rasulullah bersabda, “Seandaianya salah seorang diantara kalian sebelum menggauli istrinya berdoa:

بِسْمِ اللهِ اَللَّهُمَّ جَنِّبْناَ الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَناَ

“Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau anugerahkan kepada kami, lalu dari keduanya lahir anak, setan tidak akan dapat mengganggunya selamanya.” (Muttafaq Alaihi).

Anjuran berdoa sebelum berhubungan suami-istri menunjukkan bahwa permulaan yang kita lakukan dalam berketurunan bersifat rabbani, bukan syaithani. Apabila disebutkan nama Allah pada permulaan senggama, berarti hubungan yang dilakukan oleh suami-istri tersebut berlandaskan ketakwaan kepada Allah dan dengan izin Allah anaknya nanti tidak akan diganggu setan.

2. Zikir Untuk Keselamatan Bayi yang Akan Dilahirkan

Rasulullah memberi petunjuk kepada Asma’ dengan bersabda:

“Maukah engkau aku ajari beberapa kata yang bisa kau ucapkan saat dalam kekhawatiran (yaitu doa untuk memperlancar persalinan). Ucapkanlah:

اَللهُ اَللهُ رَبِّيْ لاَ أُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً

“Allah, Allah rabbku. Aku tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (Abu Dawud dengan Sanad Hasan, 1525).

3. Apabila terjadi keguguran

Dari Muadz bin Jabal, Rasulullah bersabda:

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, sesungguhnya bayi yang gugur benar-benar akan menarik ibunya dengan tali pusarnya ke surga bila ibunya rela dengan itu (ibunya bersabar dengan kehilangan anaknya).” (Ibnu Majah, Kitab Janaiz, 1632).

4. Azan di Telingan Kanan Bayi Baru Lahir

Abu Rafi’ berkata:

“Aku melihat Rasulullah mengumandangkan azan di telinga Hasan bin Ali saat baru dilahirkan oleh Fatimah.” (Abu Dawud, Kitab Adab, 5105 dan At Turmidzi, Kitab Adhahi, 1514).

Ibn Qayyim berkata:

“Bahwa hikmah azan dan iqamah di telinga bayi yang baru lahir adalah agar suara pertama yang didegar adalah seruan yang mengandung makna keagungan Allah serta syahadat.” (Tuhfatul Maudud, Ibnu Qayyim, 39).

5. Berita Gembira Kelahiran Bayi

Ucapan selamat dan hadiah atas kelahiran bayi jelas akan menyenangkan keluarga bayi yang baru lahir dan akan menimbulkan suasana gembira, serta mempererat tali kasih dan ikatan persatuan antara sesama kaum muslimin.

6. Mentahnik Bayi dengan buah Kurma dan Mendoakannya

Diriwayatkan dari Aisyah bahwa:

“Rasulullah sering didatangi para orang tua yang membawa bayinya untuk dimintakan berkah dan ditahnik.” (Muslim, Kitab Adab, 4000).

Langkah-langkah Rasulullah mentahnik bayi yaitu:

1) sepotong kurma, 2) dikunyah-kunyah seperlunya, 2) buka mulut bayi, dan suaapkan kurma tersebut sambil digosok-gosok dilangit-langit mulut bayi. (Lihat Kitab Ash-Shahihain).

7. Membentangi Bayi dengan Zikir dan Bersyukur kepada Allah

Dari Anas, Rasulullah bersabda:

“Allah tidak sekali-kali menganugerahkan suatu nikmat kepada hamba-Nya, lalu ia mengucapkan, ‘Segala puji hanya miliki Allah Rabb semesta alam’, melainkan apa yang diberikan lebih baik dari pada yang diambil-Nya’.” (Al Hadits Al Mukhtarah: VI, 2197).

Bila ada bayi yang baru lahir diantara keluarganya, Aisyah tidak bertanya, “Laki-laki atau perempuan?” Tapi ia bertanya, “Apa organ tubuhnya sempurna (lengkap)?” Bila dijawab “Iya”, ia berkata, “Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam.” (Shahih Al Adabul Mufrad, 485).

8. Memberikan Hak Waris Untuk Bayi yang Baru Lahir

Jabir bin Abdullah berkata:

“Rasulullah telah memutuskan bahwa bayi tidak boleh diberikan hak waris sebalum ia lahir dalam keadaan menangis (maksudnya: menangis dan menjerit atau bersin).” (Shahih Ibnu Majah, 2240 dan Majmu’uz Zawaid: IV, 225).

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:

“Bila bayi yang baru dilahirkan menangis, ia berhak mendapatkan warisan.” (Shahih Al Jami’, 328).

9. Kewajiban Zakat Fitrah atas Nama Bayi yang Baru Lahir

Ibnu Umar berkata:

“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan atas setiap individu kaum muslimin, baik yang merdeka maupun budak, baik laki-laki maupun perempuan, baik masih bayi maupun sudah dewasa, yaitu satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.” (Muslim, 1639).

10. Menyayangi, Meski Lahir dari Hasil Perzinaan

Diriwayatkan:

Ada wanita dari Bani Ghamidiyah yang datang kepada Rasulullah dan mengaku bahwa dirinya telah mengandung dari perzinaan, beliau bersabda kepadanya, “Pulanglah sampai kamu melahirkan.”

Setelah melahirkan, ia datang lagi seraya menggendong bayinya dan berkata, “Wahai Nabi Allah, bayi ini telah saya lahirkan.”

Akan tetapi, Rasulullah bersabda kepadanya, “Pulanglah, susuilah ia sampai kamu menyapihnya.”

Setelah wanita itu menyapihnya, ia datang dengan membawa bayinya yang sedang memegang sepotong roti di tangan. Ia berkata, “Wahai Nabi Allah, bayi ini telah saya sapih dan kini ia sudah bisa makan sendiri.”

Rasulullah pun memerintahkan agar bayi itu diserahkan kepada salah seorang lelaki dari kaum muslimin dan memerintahkan agar dibuatkan galian sebatas dada untuk menanam tubuh wanita itu. Kemudian beliau memerintahkan kepada orang-orang untuk merajamnya dan mereka pun segera merajamnya. (Muslim, 3298).

Itulah kasih sayang Rasulullah terhadap anak walau hasil zina, memiliki hak yang sama, dan keinginan beliau yang kuat agar bayi itu tetap tidak terlantar. Apa dosa anak yang baru lahir itu hingga ia harus menanggung konsekuensi perbuatan dosa orang tuanya?

11. Merayakan Kelahiran Bayi dengan Aqiqah

Dari Samurah bin Jundub, Rasulullah bersabda:

“Semua anak itu tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh. Rambutnya dicukur dan ia dinamai.” (Shahih Al Jami’, 4184; Ibnu Majah, Kitab Dzabaih, 3156; dan At Turmidzi, Kitab Adhahi, 1442).

Dari Salman bin Amir, Rasulullah bersabda:

“Anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Karena itu, sembelihlah untuknya dan jauhkanlah gangguan darinya.” (Shahih Al Jami’, 4185).

Ummu Kurz pernah bertanya kepada Rasulullah, maka beliau menjawab:

“Untuk bayi laki-laki dua kambing (yang sepadan) dan untuk bayi perempuan satu kambing, baik kambing jantan maupun betina tidak ada masalah bagimu.” (At Turmidzi, Kitab Adhahi, 1435).

Abdullah bin Buraidah berkata:

“Aku mendengar ayahku berkata, ‘Pada masa Jahiliyah dulu, bila ada bayi yang baru dilahirkan, kami menyembelih kambing dan melumurkan darah kambing itu di kepala sang bayi. Setelah Allah menurunkan agama Islam, kami diperintahkan untuk menyembelih kambing dan mencukur rambutnya serta melumurinya dengan minyak za’faran’.” (Abu Dawud, Kitab Dhahaya, 2460 dan Fathul Bari: IX, 594).

12. Memberi Nama Yang Baik

Islam selalu menginginkan kemudahan, bahkan dalam persoalan pemberian nama. Islam tidak menginginkan kesulitan dalam hal pemberi nama. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam sabda Rasulullah. Beliau bersabda:

“Nama yang paling disenangi Allah adalah Abdullah dan Hammam, sedangkan nama yang paling buruk adalah Harb dan Murrah.” (Shaihul Mufrad, 625; Ibnu Hajar dalam Fathul Bari: X, 578).

Ibnu Umar menuturkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Sungguh, nama seseorang diantara kalian yang paling disenangi oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.” (Muslim, Kitab Adab, 3975).

13. Mencukur Rambut Bayi, Dibersihkan, dan Dihilangkan Kotorannya pada Hari Ketujuh

Ketika mencukur rambut bayi sebaiknya tidak mencukurnya seperti pelangi atau Al Qaza’. Al Qaza’ artinya mencukur sebagian rambut bayi dan membiarkan sebagian yang lainnya di beberapa bagian tanpa dicukur sehingga mirip pelangi.

Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah melarang Qaza’. Aku bertanya kepada Nafi’, “Apakah Qaza’ itu?” Nafi’ menjawab:

“Mencukur sebagian rambut bayi dan membiarkan sebagian yang lain.” (Muslim, Kitab Adab, 3975).

Makna yang dimaksud dan yang menjadi tuntunan ialah mencukur rambut kepada secara keseluruhan, karena mencukur sebagian dan membiarkan sebagian yang lain bertentangan dengan kepribadian seorang muslim yang seharusnya berbeda dengan kepribadian pemeluk agama lain (kafir).

14. Bercengkrama dengan Lidah dan Mulut

Abu Hurairah bercerita:

“Rasulullah keluar ke pasar Bani Qainuqa’ sambil berpegangan pada tanganku. Beliau berjalan mengelilingi pasar kemudian pulang dan duduk di masjid dengan kedua tangan merangkul lutut. Beliau bertanya, ‘Mana si kecil yang lucu itu? Panggilkan dia agar datang kepadaku.’

Al Hasan pun datang berlari, lalu langsung melompat ke pangkuannya. Rasulullah mencium mulutnya, kemudian berdoa, ‘Ya Allah, aku sungguh mencintainya. Maka cintailah dia dan cintailah orang yang mencintainya (sebanyak tiga kali)’.” Abu Hurairah berkata, “Setiap kali melihat Al Hasan, aku menangis.” (Muttafaq Alaih).

15. Memberi Julukan Ayahnya dengan Nama Anak

Abu Syuraih menceritakan bahwa pada awalnya dia bernama Abul Hakam. Kemudian Rasulullah bersabda kepadanya:

“Sesungguhnya Allah, Dialah hakim yang memutuskan dan hanya kepada-Nyalah semua keputusan.” (Abu Dawud, Kitab Adab, 4304 dan Nasa’i, Kitab Adabul Qadha’, 5292).

16. Kapan Menghitankan Anak?

Abu Hurairah berkata:

“Saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Fitrah itu ada lima, yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (Muttafaq Alaih).

Makhul mengatakan:

“Ibrahim menghitankan anaknya, Ishaq, saat itu berusia 7 hari, dan mengkhitankan Ismail pada usia 13 tahun. Demikianlah seperti yang disebutkan oleh Al Khalil.” (Zadul Ma’ad: II, 304).

17. Sayangi di Kala Sakit, Maklumi Kalau Ngompol

Ummu Qais binti Mihshan berkata:

“Aku pernah menemui Rasulullah dengan membawa bayiku yang masih belum makan makanan apa pun. Tiba-tiba ia kencing di pangkuan beliau. Baliau pun meminta air dan langsung menyipratkannya ke bagian yang terkena kencing (tanpa mencucinya).” (Muttafaq Alaih).

Usamah bin Zaid berkata:

“Rasulullah pernah mengambil dan mendudukanku di atas satu paha beliau dan mendudukkan Al Hasan di atas paha beliau yang lain. Kemudian beliau memeluk kami berdua dan berdoa, ‘Ya Allah, sayangilah keduanya karena aku sungguh menyayangi keduanya’.” (Bukhari, Kitab Adab, 5544; dan Ahmad, Musnadul Anshar, 20788).

18. Kewajiban Menyusui dan Menjamin Nafkah Anak

Wahai para ibu, berikanlah kasih sayangmu kepada anakmu, susuilah ia dengan air susumu agar engkau dapat menyempurnakan makna ibu yang engkau sandang dan agar engkau mendapatkan pahala. Didiklah sendiri anakmu sesuai dengan manhaj Rasulullah. Lihatlah QS. Al Baqarah: 233 dan Ath Thalaq: 7.



“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Baqarah: 233).

Wahai ibu, cobalah engkau perhatikan. Apakah engkau pernah melihat burung, hewan lain, atau semua makhluk yang berstatus sebagai ibu pernah meninggalkan anaknya saat masih bayi dan menyingkir darinya? Sungguh merupakan perangai yang buruk bila hewan yang tidak berakal saja tidak meninggalkan anaknya yang masih kecil, sedangkan manusia yang berakal rela meninggalkan anaknya dan dipercayakan kepada orang lain.



[1] Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya[2], dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya [3]. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan [4]. (QS. Ath Thalaq: 7).

Tafsir ayat diatas:

[1] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala menentukan nafkah sesuai keadaan suami.

[2] Oleh karena itu, jangan sampai ia memberikan nafkah seperti nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang fakir jika ia sebagai orang yang kaya.

[3] Hal ini sesuai sekali dengan hikmah dan rahmat Allah, dimana Dia menetapkan masing-masingnya sesuai dengan keadaannya, Dia meringankan orang yang kesulitan dan tidak membebani kecuali sesuai dengan kemampuannya baik dalam hal nafkah maupun lainnya.

[4] Ayat ini merupakan berita gembira terhadap orang-orang yang kesulitan, bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala akan menghilangkan kesulitan mereka dan mengangkat penderitaan mereka, karena sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan.

19. Umar Memperhatikan Anak Sejak Lahir

Suatu malam Umar mendengar tangisan seorang bayi. Maka Umar berkata kepada ibunya, “Susuilah dia.” Ibu si anak, yang tidak menyadari bahwa yang menyuruhnya adalah Umar, menjawab, “Amirul Mukminin tidak memberikan santunan untuk bayi yang baru lahir sampai masa penyapihannya.”

Umar berkata dalam hatinya, “Aku hampir saja membunuh anak itu.” Setelah itu ia berkata, “Susuilah dia, nanti Amirul Mukminin pasti akan memberikan santunan untuknya.” Sesudah itu, Umar mulai menetapkan santunannya untuk bayi yang baru lahir. Dengan demikian, tangis seorang bayi sanggup mengubah keputusan seorang kepala negara yang bernama Umar bin Khattab.

20. Boleh Menangisi Kematian Bayi dan Mengucapkan Belasungkawa Kepada Keluarganya

Anas berkata:

“Kami masuk bersama Rasulullah lalu beliau mengambil putranya, Ibrahim, dan langsung menciumnya. Setelah itu kami masuk lagi pada hari yang lain. Ibrahim saat itu sedang meregang nyawa. Air mata Rasulullah berlinang, sehingga Abdurrahman bin Auf berkata, “Wahai Rasulullah engkau juga menangis?” Beliau menjawab:

“Wahai Abdurrahman (beliau menangis lagi) mata ini menangis dan hati ini bersedih tetapi kami tidak mengatakan kecuali yang diridhai oleh Rabb kami. Sesungguhnya kami, wahai Ibrahim, benar-benar sedih karena berpisah denganmu.” (Muttafaq Alaih).

21. Mendoakan Anak Secara Khusus Saat Menshalatkan Jenazahnya

Sa’id bin Musyyab berkata, “Aku pernah shalat di belakang Abu Hurairah yang sedang menshalatkan jenazah anak kecil yang belum pernah melakukan suatu dosa pun. Aku mendengar Abu Hurairah mengucapkan doa berikut:

اَللَّهُمَّ أَعِذْهُ مِنَ عَذَابِ اْلقُبْرِ

“Ya Allah, lindungilah anak ini dari azab kubur.” (Muwattha’, Kitab Janaiz, 480 dan Aunul Ma’bad: VII, 362).

22. Anak yang Meninggal Ketika Masih Kecil Akan Masuk Surga

Aisyah berkata. “Rasulullah diundang untuk melayat jenazah seorang anak kecil dari kalangan Anshar. Aku (Aisyah) berkata, ‘Wahai Rasulullah, alangkah beruntungnya anak ini. Ia salah satu burung diantara burung-burung di surga. Ia tidak pernah berbuat keburukan dan belum pernah menemuinya.’

Kemudian, Rasulullah bersabda:

“Apakah engkau tahu yang selain itu, wahai Aisyah? Sesungguhnya Allah menciptakan penghuni surga yang telah Dia tetapkan untuknya saat mereka masih berada di tulang sulbi ayah mereka pula. Dan Dia menciptakan penghuni neraka yang telah Dia tetapkan untuknya saat mereka masih berada di tulang sulbi ayah mereka pula.” (Shahih Sunan Ibnu Majah, 67).

Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Anak-anak kaum muslimin itu berada di sebuah gunung di surga. Mereka diasuh oleh Ibrahim dan Sarah sampai mereka dikembalikan kepada ayah-ayah mereka pada hari kiamat.” (Shahih Al Jami’, 1023).

23. Syafaat Anak Bagi Kedua Orang Tua yang Sabar Atas Kematian Anaknya

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Tidaklah sekali-kali sepasang muslim ditinggal mati oleh ketiga orang anaknya yang belum baligh, melainkan Allah akan memasukkan keduanya bersama anak-anak mereka ke dalam surga berkat karunia dan rahmat-Nya.”

Abu Hurairah melanjutkan, “Dikatakan kepada anak-anak tersebut, ‘Masuklah kalian ke dalam surga!’ Anak-anak itu menjawab, ‘Kamu menunggu kedua orang tua kami’. Perintah itu diulangi tiga kali, tetapi mereka mengeluarkan jawaban yang sama. Akhirnya, dikatakan kepada mereka, ‘Masuklah kalian bersama kedua orang tua kalian ke dalam surga’.” (Bukhari, Kitab Janaiz, 1171).

24. Tidak Mendapat Anak di Dunia, Mendapatkannya di Akhirat

Abu Sa’id berkata bahwa Rasulullah bersabda:

“Seorang mukmin itu bila sangat  menginginkan anak (namun tidak mendapatkannya), di surga ia akan mengandungnya, menyusuinya, dan tumbuh besar dalam sekejab, sebagaimana ia menginginkannya.” (Shahih Al Jami’, 6649).

25. Mempercepat Shalat Karena Mendengar Tangisan Anak

Anas mengatakan:

“Aku belum pernah shalat di belakang seorang imam yang lebih singkat dan lebih sempurna shalatnya, selain Rasulullah. Jika beliau mendengar suara tangisan anak, beliau mempercepat shalatnya karena khawatir akan mengganggu shalat ibunya.” (Bukhari, Kitab Adzan, 667).

26. Memanggil Anak dengan Julukan Sebagai Penghormatan

Anas pernah mengatakan:

Bahwa Rasulullah adalah orang yang paling baik akhlaknya. “Aku punya seorang saudara laki-laki yang dikenal dengan nama panggilan Abu Umair dan setahuku ia sudah disapih. Bila Rasulullah datang, beliau selalu menyapanya dengan panggilan, ‘Hai Abu Umair’.” (Bukhari, Kitab Adab, 5375).

27. Memanggil dengan Panggilan yang Baik

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian mengatakan, ‘Hai budak laki-laki! Hai budak perempuan!’ karena kamu semua, baik laki-laki maupun perempuan, adalah hamba-hambda Allah…” (Muslim, Kitab Al Alfazh Minal Adab, 9585).

28. Mengajak Shalat Berjamaah

Diriwayatkan:

Abdullah bin Syaddad berkata, “Rasulullah keluar dari rumahnya menemui kami yang sedang menunggu beliau untuk shalat (Maghrib atau Isya’), sedangkan beliau menggendong Hasan atau Husein. Rasulullah maju dan meletakkan cucunya, kemudian melakukan takbir shalatnya. Dalam salah satu sujud dari shalat itu, beliau lama sekali melakukannya.”

Ayah perawi mengatakan, “Maka kuangkat kepalaku, ternyata kulihat anak itu berada di atas punggung Rasulullah yang sedang dalam sujudnya. Sesudah itu aku kembali ke sujudku.

Setelah Rasulullah menyelesaikan shalatnya, orang-orang bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah melakukan sujud dalam shalatmu yang begitu lama, sehingga kami mengira terjadi sesuatu pada dirimu karena ada wahyu yang diturunkan kepadamu.”

Rasulullah menjawab, “Semuanya itu tidak terjadi, melainkan anakku ini menunggangiku sehingga aku tidak suka bila menyegerakannya untuk turun sebelum dia merasa puas denganku.” (An Nasa’i, Kitab Tathbiq, 1129).

Abu Qatadah Al Anshari meriwayatkan:

Bahwa Rasulullah pernah shalat sembari menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah. Apabila sujud, beliau meletakkan cucunya itu ke tanah dan apabila bangun, beliau menggendongnya kembali.” (Muttafaq Alaih).

29. Mengajarkan Kalimat Tauhid pada Anak

Anak kecil yang belum belajar berbicara itu ketika mendengar kalimat-kalimat azan, ia akan menirunya. Bahkan ia akan selalu memperhatikannya saat orang-orang dalam kelalaian. Maka ia tanpa sadar telah berusaha mengucapkan kalimat tauhid. Karena itu, seorang guru hendaknya membiasakan anak yang masih belum bisa bicara tersebut agar mengucapkan kalimat tauhid.

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Ajarkanlah kepada anak-anak kalian pada permulaan bicaranya ucapan ‘laailaha illallah’ dan ajarilah ia agar diakhir hayatnya mengucapkan ‘laailaha illallah’.” (Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’, At Turmizi: VI, 46).

30. Rasulullah Pernah Menghentikan Khatbah dan Meninggalkan Mimbar Untuk Menyambut Anak Kecil yang Berjalan Tertatih-tatih

Abdullah bin Buraidah telah meriwayatkan dari ayahnya yang berkata:

“Ketika Rasulullah sedang berkathbah kepada kami, tiba-tiba datanglah Hasan dan Husein yang keduanya mengenakan gamis berwarna merah dengan langkah tertatih-tatih.

Rasulullah pun langsung turun dari mimbarnya lalu menggendong dan meletakkan keduanya di hadapan beliau. Kemudian beliau membaca QS. Ath Thaghabun: 15:



“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Ath Thaghabun: 15).

Kemudian Rasulullah bersabda:

‘Ketika aku memandang kedua anak ini berjalan dengan langkah tertatih-tatih, aku tidak sabar hingga kuhentikan khatbahku untuk menggendong keduanya.” (At Turmizi, Kitab Manaqib, 3774; an Nasa’i, Kitab Shalatil ‘Adhain, 1567).

31. Memperhatikan Penampilan dan Potongan Rambut Anak

Diriwayatkan oleh Nafi’ dan Ibnu Umar:

Bahwa Rasulullah melihat seorang anak kecil telah dicukur di sebagian sisi kepalanya dan dibiarkan pada sisi lain. Beliau pun melarang hal itu dan bersabda:

“Cukurlah semua atau biarkanlah semua.” (Abu Dawud, Kitab Tarajul, 3663).

Abdullah bin Ja’far meriwayatkan:

Bahwa Rasulullah mengurungkan diri untuk mendatangi keluarga Ja’far sebanyak tiga kali, lalu beliau mendatangi mereka. Beliau bersabda:

 “Janganlah kalian menangisi saudaraku setelah hari ini.”

Beliau bermaksud agar hari berkabung disudahi. Kemudian beliau bersabda:

“Panggilkanlah keponakan-keponakanku kemari.”

Maka kami pun datang dan rasa takut kami seperti hilang. Beliau bersabda:

 “Panggillah tukang cukur kepadaku.” Maka beliau menyuruhnya agar mencukur rambut kami.” (Abu Dawud, Kitab Tarajul, 3660).

32. Menggendong di Pundak, Mengajaknya Naik Kendaraan

Abdullah bin Ja’far berkata:

“Apabila Rasulullah baru tiba dari perjalanan, beliau selalu disambut oleh anak-anak ahli ahli baitnya. Suatu hari beliau baru datang dari perjalanan dan aku adalah anak yang paling terdepan menyambutnya. Maka beliau langsung menaikanku di depannya, kemudian didatangkanlah salah seorang di antara kedua putra Fathimah, Hasan atau Husein lalu beliau memboncengnya di belakangnya, dan kami bertiga memasuki kota Madinah di atas kendaraannya.” (Muslim, Kitab Fadhailush Shahabah, 4455).

Rasulullah pernah membawa Hasan dan Husein di kedua pundak beliau, lalu bersabda:

“Sebaik-baik pengendara adalah keduanya, tetapi ayah keduanya lebih baik daripada keduanya.” (Mu’jamul Kabir: III, 2677).

33. Segera Mencari Begitu Merasa Kehilangan

Abu Hurairah berkata:

“Rasulullah menuju pasar Bani Qainuqa’ sambil berpegangan pada tanganku. Beliau berjalan mengelilingi pasar kemudian pulang dan duduk di masjid dengan kedua tangan merangkul lutut.

Beliau bertanya, ‘Mana si kecil yang lucu itu? Panggilkan dia agar datang kepadaku’…” (Takhrijnya telah disebutkan sebelumnya).

34. Mengajarkan Etika Berpakaian

Abdullah bin Amr bin Ash berkata:

“Rasulullah pernah melihatku mengenakan sepasang pakaian yang dicelup dengan warna kuning. Kemudian Rasululah bersabda, “Apakah ibumu yang memerintahkan kamu mengenakan pakaian ini?” Aku menjawab, “Apakah aku harus mencuci keduanya?” Beliau menjawab, “Tidak, tetapi keduanya harus dibakar.” (Muslim, Kitab Libas waz Zinah, 3873).

35. Anjuran Untuk Tersenyum dan Mencium Anak-anak

Abu Hurairah berkata:

“Rasulullah mencium Hasan, sedangakan dihadapan beliau saat itu ada Al Aqra bin Habis yang sedang duduk. Al Aqra berkata, ‘Saya punya sepuluh anak, tetapi saya belum pernah mencium seorang pun di antara mereka.’ Rasulullah memandang ke arahnya dan bersabda, ‘Barang siapa yang tidak punya rasa belas kasihan, niscaya tidak akan dikasihi’.” (Shahihul Adabul Mufrad, 67).

36. Bercengkrama dengan Anak-anak

Ya’la bin Marrah berkata:

“Kami pernah keluar bersama Rasulullah lalu kami diundang untuk makan. Tiba-tiba, Husein bermain di jalan. Rasulullah pun segera mendahului orang-orang lalu membentangkan kedua tangan beliau. Anak itu berlari menghindar ke sana kemari. Rasulullah mencandainya hingga akhirnya beliau dapat menangkapnya. Satu tangan beliau memegang dagu Husein dan tangan satu lagi memegang kepala lalu beliau memeluknya. Setelah itu, beliau bersabda:

“Husein bagian dariku dan aku adalah bagian darinya. Allah mencintai orang yang mencintai Husein. Husein adalah satu dari cucu-cucuku.” (As Silsilatush Shahihah, 312).

Diriwayatkan:

Rasulullah juga pernah berbaring lalu tiba-tiba Hasan dan Husein datang dan bermain-main di atas perut beliau. Mereka sering menaiki punggung beliau saat beliau sedang sujud dalam shalatnya. Bila para sahabat hendak melarang keduanya, beliau memberi isyarat agar mereka membiarkan keduanya. (Shahih Al Jami’, 4797).

37. Memberi Hadiah, Mendoakan dan Mengusap Kepala Anak

Ibnu Abbas menceritakan bahwa apabila Rasulullah menerima buah yang pertama masak, beliau meletakkannya di kedua mata beliau lalu di mulut dan bersabda:

“Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperlihatkan kepada kami awalnya maka perhatikanlah juga akhirnya kepada kami.” Kemudian beliau memberikan buah itu kepada anak yang ada di dekat beliau. (Shahih Al Jami’, 4644).

38. Menanamkan Kejujuran dan Tidak Suka Berbohong

Abdullah bin Amir berkata:

“Ibuku memanggilku dan pada saat itu Rasulullah sedang berada di rumah kami. Ibuku berkata, ‘Kemarilah aku akan memberimu sesuatu.’ Rasulullah bertanya kepada ibuku, ‘Apa yang akan engkau berikan kepadanya?’

Ibuku menjawab, ‘Aku akan memberinya buah kurma.’ Rasulullah pun bersabda, ‘Ingatlah, jika engkau tidak memberinya sesuatu, hal itu akan dicatatkan sebagai kedustaan bagimu’.” (Ahmad, Musnadul Makiyyin, 15247 dan Abu Dawud, Kitab Adab, 4339).

39. Tidak Mengajarkan Kemungkaran Kepada Anak

Ali dan Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Pena itu diangkat dari tiga orang, yaitu: orang gila dan hilang akal hingga sembuh, orang tidur hingga bangun, dan anak-anak hingga baligh.” (Shahih Al Jami’, 3512).

Diantara kasih sayang Allah terhadap anak ialah Dia membebaskan mereka dari beban taklif pada masa kecil mereka. Meskipun anak itu masih kecil dan belum baligh, seseorang tidak boleh mengajarinya untuk berbuat maksiat. Misalnya, mengajarinya minum-minuman keras, berbuat kejahatan, merokok, berbuat buruk, mencela, mencaci, berucap cabul, dan perilaku serta ucapan buruk lainnya.

Demikianlah beberapa cara mendidikan anak-anak metode Rasulullah SAW untuk usia 0 – 3 tahun [BAGIAN-1]. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.

Sumber: mahluktermulia.wordpress / Syeih Jamal Abdurrahman dalam bukunya yang berjudul “Athfalul Muslimin Kaifa Robaahumun Nabiyyul Amin Saw” yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Agus Suwandi dengan Judul  “Islamic Parenting, Pendidikan Anak Metode Nabi” Solo: Aqwam, 2010.

Baca artikel selanjutnya:

Pendidikan Anak Metode Rasulullah SAW (Usia 4 – 10 Tahun) [BAGIAN-2]

Pendidikan Anak Metode Rasulullah SAW (Usia 11 – 14 Tahun) [BAGIAN-3]

Nabi Muhammad SAW dimata Tokoh Dunia

Inilah beberapa penyataan dari tokoh-tokoh dunia tentang Rasulullah Muhammad SAW bin Abdullah bin ‘Abd al-Muththalib bin Hâsyim bin ‘Abd al-Manâf bin Qushay bin Kilab bin Murra bin Kaa’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Quraisy (Fihr) bin Malik bin Nazar bin Kinanah bin Khuzaymah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mazar bin Nazar bin Ma’ad bin Adnan bin Ismail bin Ibrahim bin  Sam bin Nuh bin Idris (Enoch) bin Set (Sheeth) bin Adam.

MAHATMA GANDHI (Komentar mengenai karakter Muhammad di YOUNG INDIA):

Pernah saya bertanya-tanya siapakah tokoh yang paling mempengaruhi manusia… Saya lebih dari yakin
bahwa bukan pedanglah yang memberikan kebesaran pada Islam pada masanya.

Tapi ia datang dari kesederhanaan, kebersahajaan, kehati-hatian Muhammad; serta pengabdian luar biasa kepada teman dan pengikutnya, tekadnya, keberaniannya, serta keyakinannya pada Tuhan dan tugasnya.

Semua ini (dan bukan pedang ) menyingkirkan segala halangan. Ketika saya menutup halaman terakhir volume 2 (biografi Muhammad), saya sedih karena tiada lagi cerita yang tersisa dari hidupnya yang agung.



Sir George Bernard Shaw (The Genuine Islam,’ Vol. 1, No. 8, 1936.)
Jika ada agama yang berpeluang menguasai Inggris bahkan Eropa – beberapa ratus tahun dari sekarang, Islam-lah agama tersebut.

”Saya senantiasa menghormati agama Muhammad karena potensi yang dimilikinya. Ini adalah satu-satunya
agama yang bagi saya memiliki kemampuan menyatukan dan merubah peradaban. Saya sudah mempelajari Muhammad sesosok pribadi agung yang jauh dari kesan seorang anti-kristus, dia harus dipanggil ’sang penyelamat kemanusiaan’.

Saya yakin, apabila orang semacam Muhammad memegang kekuasaan tunggal di dunia modern ini, dia akan berhasil mengatasi segala permasalahan sedemikian hingga membawa kedamaian dan kebahagiaan yang dibutuhkan dunia:

Ramalanku, keyakinan yang dibawanya akan diterima Eropa di masa datang dan memang ia telah mulai diterima Eropa saat ini. Dia adalah manusia teragung yang pernah menginjakkan kakinya di bumi ini.

Dia membawa sebuah agama, mendirikan sebuah bangsa, meletakkan dasar-dasar moral, memulai sekian banyak gerakan pembaruan sosial dan politik, mendirikan sebuah masyarakat yang kuat dan dinamis untuk melaksanakan dan mewakili seluruh ajarannya, dan ia juga telah merevolusi pikiran serta perilaku manusia untuk seluruh masa yang akan d atang.

Dia adalah Muhammad (SAW). Dia lahir di Arab tahun 570 masehi, memulai misi mengajarkan agama kebenaran, Islam (penyerahan diri pada Tuhan) pada usia 40 dan meninggalkan dunia ini pada usia 63.

Sepanjang masa kenabiannya yang pendek (23 tahun) dia telah merubah Jazirah Arab dari paganisme dan pemuja makhluk menjadi para pemuja Tuhan yang Esa, dari peperangan dan perpecahan antar suku menjadi bangsa yang bersatu, dari kaum pemabuk dan pengacau menjadi kaum pemikir dan penyabar, dari kaum tak berhukum dan anarkis menjadi kaum yang teratur, dari kebobrokan kekeagungan moral. Sejarah manusia tidak pernah mengenal tranformasi sebuah masyarakat atau tempat sedahsyat ini dan bayangkan ini terjadi dalam kurun waktu hanya sedikit di atas DUA DEKADE.”

MICHAEL H. HART (THE 100: A RANKING OF THE MOST INFLUENTIAL PERSONS IN HISTORY, New York, 1978)

Pilihan saya untuk menempatkan Muhammad pada urutan teratas mungkin mengejutkan semua pihak, tapi
dialah satu-satunya orang yang sukses baik dalam tataran sekular maupun agama. (hal. 33). Lamar tine, seorang sejarawan terkemuka menyatakan bahwa: Jika keagungan sebuah tujuan, kecilnya fasilitas yang diberikan untuk mencapai tujuan tersebut, serta menakjubkannya hasil yang dicapai menjadi tolok ukur kejeniusan seorang manusia; siapakah yang berani membandingkan tokoh hebat manapun dalam sejarah modern dengan Muhammad?

Tokoh-tokoh itu membangun pasukan, hukum dan kerajaan saja. Mereka hanyalah menciptakan kekuatan-kekuatan material yang hancur bahkan di depan mata mereka sendiri.

bergerak tidak hanya dengan tentara, hukum, kerajaan, rakyat dan dinasti, tapi jutaan manusia di dua per tiga wilayah dunia saat itu; lebih dari itu, ia telah merubah altar-altar pemujaan, sesembahan, agama, pikiran, kepercayaan serta jiwa…

Kesabarannya dalam kemenangan dan ambisinya yang dipersembahkan untuk satu tujuan tanpa sama sekali berhasrat membangun kekuasaan, sembahyang-sembahya ngnya, dialognya dengan Tuhan, kematiannnya dan kemenangan-kemenang an (umatnya) setelah kematiannya; semuanya membawa keyakinan umatnya hingga ia memiliki kekuatan untuk mengembalikan sebuah dogma.

Dogma yang mengajarkan ketunggalan dan kegaiban (immateriality) Tuhan yang mengajarkan siapa sesungguhnya Tuhan. Dia singkirkan tuhan palsu dengan kekuatan dan mengenalkan tuhan yang sesungguhnya dengan kebijakan. Seorang filsuf yang juga seorang orator, apostle (hawariyyun, 12 orang pengikut Yesus-pen.), prajurit, ahli hukum, penakluk ide, pegembali dogma-dogma rasional dari sebuah ajaran tanpa pengidolaan, pendiri 20 kerajaan di bumi dan satu kerajaan spiritual, ialah Muhammad. Dari semua standar bagaimana kehebatan seorang manusia diukur, mungkin kita patut bertanya: adakah orang yang lebih agung dari dia?”

Lamartine, HISTOIRE DE LA TURQUIE, Paris, 1854, Vol. II, pp 276-277

“Dunia telah menyaksikan banyak pribadi-pribadi agung. Namun, dari orang orang tersebut adalah orang
yang sukses pada satu atau dua bidang saja misalnya agama atau militer. Hidup dan ajaran orang-orang ini seringkali terselimuti kabut waktu dan zaman.

Begitu banyak spekulasi tentang waktu dan tempat lahir mereka, cara dan gaya hidup mereka, sifat dan detail ajaran mereka, serta tingkat dan ukuran kesuksesan mereka sehingga sulit bagi manusia untuk merekonstruksi ajaran dan hidup tokoh-tokoh ini.

Tidak demikian dengan orang ini. Muhammad (SAW) telah begitu tinggi menggapai dalam berbagai bidang pikir dan perilaku manusia dalam sebuah episode cemerlang sejarah manusia. Setiap detil dari kehidupan pribadi dan ucapan-ucapannya telah secara akurat didokumentasikan dan dijaga dengan teliti sampai saat ini. Keaslian ajarannya begitu terjaga, tidak saja oleh karena penelusuran yang dilakukan para pengikut setianya tapi juga oleh para penentangnya.

Muhammad adalah seorang agamawan, reformis sosial, teladan moral, administrator massa, sahabat setia, teman yang menyenangkan, suami yang penuh kasih dan seorang ayah yang penyayang – semua menjadi satu. Tiada lagi manusia dalam sejarah melebihi atau bahkan menyamainya dalam setiap aspek kehidupan tersebut – hanya dengan kepribadian seperti dialah keagungan seperti ini dapat diraih.”

PROFESSOR KONERU  S. RAMAKRISHNA RAO, Professor Philosophy dalam bookletnya, Muhammad: Mahanaya Pravachakan (Muhammad: The Great Prophet)

“Muhammad, The Prophet of Islam” Kepribadian Muhammad, hhmm sangat sulit untuk menggambarkannya
dengan tepat. Saya pun hanya bisa menangkap sekilas saja: betapa ia adalah lukisan yang indah.

Anda bisa lihat Muhammad sang Nabi, Muhammad sang pejuang, Muhammad sang pengusaha, Muhammad sang negarawan, Muhammad sang orator ulung, Muhammad sang pembaharu, Muhammad sang pelindung anak yatim-piatu, Muhammad sang pelindung hamba sahaya, Muhammad sang pembela hak wanita, Muhammad sang hakim, Muhamad sang pemuka agama.

Dalam setiap perannya tadi, ia adalah seorang pahlawan. Saat ini, 14 abad kemudian, kehidupan dan ajaran Muhammad tetap selamat, tiada yang hilang atau berubah sedikit pun. Ajaran yang menawarkan secercah harapan abadi tentang obat atas segala penyakit kemanusiaan yang ada dan telah ada sejak masa hidupnya. Ini bukanlah klaim seorang pengikutnya tapi juga sebuah simpulan tak terelakkan dari sebuah analisis sejarah yang kritis dan tidak bias.

PROF. (SNOUCK) HURGRONJE (Christiaan Snouck Hurgronje):

Liga bangsa-bangsa yang didirikan Nabi umat Islam telah meletakkan dasar-dasar persatuan internasional
dan persaudaraan manusia di atas pondasi yang universal yang menerangi bagi bangsa lain.

Buktinya, sampai saat ini tiada satu bangsa pun di dunia yang mampu menyamai Islam dalam capaiannya mewujudkan ide persatuan bangsa-bangsa.

Dunia telah banyak mengenal konsep ketuhanan, telah banyak individu yang hidup dan misinya lenyap menjadi legenda. Sejarah menunjukkan tiada satu pun legenda ini yang menyamai bahkan sebagian dari apa yang Muhammad capai.

Seluruh jiwa raganya ia curahkan untuk satu tujuan: menyatukan manusia dalam pengabdian kapada Tuhan dalam aturan-aturan ketinggian moral. Muhammad atau pengikutnya tidak pernah dalam sejarah menyatakan bahwa ia adalah putra Tuhan atau reinkarnasi Tuhan atau seorang jelmaan Tuhan dia selalu sejak dahulu sampai saat ini menganggap dirinya dan dianggap oleh pengikutnya hanyalah sebagai seorang pesuruh yang dipilih Tuhan.

THOMAS CARLYLE in his HEROES AND HEROWORSHIP

(Betapa menakjubkan) seorang manusia sendirian dapat mengubah suku-suku yang saling berperang dan
kaum nomaden menjadi sebuah bangsa yang paling maju dan paling berperadaban hanya dalam waktu kurang dari dua decade.

“Kebohongan yang dipropagandakan kaum Barat yang diselimutkan kepada orang ini (Muhammad) hanyalah mempermalukan diri kita sendiri.

Sesosok jiwa besar yang tenang, seorang yang mau tidak mau harus dijunjung tinggi. Dia diciptakan untuk menerangi dunia, begitulah perintah Sang Pencipta Dunia.

EDWARD GIBBON and SIMON OCKLEY speaking on the profession of ISLAM write:

Saya percaya bahwa Tuhan adalah tunggal dan Muhammad adalah pesuruh-Nya adalah pengakuan
kebenaran Islam yang simpel dan seragam.

Tuhan tidak pernah dihinakan dengan pujaan-pujaan kemakhlukan; penghormatan terhadap Sang Nabi tidak pernah berubah menjadi pengkultusan berlebihan; dan prinsip-prinsip hidupnya telah memberinya penghormatan dari pengikutnya dalam batas-batas akal dan agama

(HISTORY OF THE SARACEN EMPIRES, London, 1870, p. 54).

Muhammad tidak lebih dari seorang manusia biasa. Tapi ia adalah manusia dengan tugas mulia untuk menyatukan manusia dalam pengabdian terhadap satu dan hanya satu Tuhan serta untuk mengajarkan hidup yang jujur dan lurus sesuai perintah Tuhan. Dia selalu menggambarkan dirinya sebagai hamba dan pesuruh Tuhan dan demikianlah juga setiap tindakannya.

SAROJINI NAIDU, penyair terkenal India (S. Naidu, IDEALS OF ISLAM, vide Speeches & Writings, Madras, 1918, p. 169):

Inilah agama pertama yang mengajarkan dan mempraktekkan demokrasi.

Di setiap masjid, ketika adzan dikumandangkan dan jemaah telah berkumpul, demokrasi dalam Islam terwujud lima kali sehari ketika seorang hamba dan seorang raja berlutut berdampingan dan mengakui: Allah Maha Besar…

Saya terpukau lagi dan lagi oleh kebersamaan Islam yang secara naluriah membuat manusia menjadi bersaudara.

DIWAN CHAND SHARMA:

Muhammad adalah sosok penuh kebaikan, pengaruhnya dirasakkan dan tak pernah dilupakan orang-orang terdekatnya. (D.C. Sharma, THE PROPHETS OF THE EAST, Calcutta, 1935, pp. 12)

James A. Michener, “Islam: The Misunderstood Religion,” in READER’S DIGEST (American edition), May 1955, pp. 68-70.

Muhammad, seorang inspirator yang mendirikan Islam, dilahirkan pada tahun 570 masehi dalam masyarakat
Arab penyembah berhala. Yatim semenjak kecil dia secara khusus memberikan perhatian kepada fakir miskin, yatim piatu dan janda, serta hamba sahaya dan kaum lemah.

Di usia 20 tahun, dia sudah menjadi seorang pengusaha yang sukses, dan menjadi pengelola bisnis seorang janda kaya. Ketika mencapai usia 25, sang majikan melamarnya. Meski usia perempuan tersebut 15 tahun lebih tua Muhammad menikahinya dan tetap setia kepadanya sepanjang hayat sang istri.

Seperti halnya para nabi lain, Muhammad memulai tugas kenabiannya dengan sembunyi2 dan ragu2 karena menyadari kelemahannya. Tapi Baca adalah perintah yang diperolehnya, -dan meskipun sampai saat ini diyakini bahwa Muhammad tidak bisa membaca dan menulis dan keluarlah dari mulutnya satu kalimat yang akan segera mengubah dunia: Tiada tuhan selain Allah.

“Dalam setiap hal, Muhammad adalah seorang yang mengedepankan akal. Ketika putranya, Ibrahim, meninggal disertai gerhana dan menimbulkan anggapan ummatnya bahwa hal tersebut adalah wujud rasa belasungkawa Tuhan kepadanya, Muhammad berkata:

Gerhana adalah sebuah kejadian alam biasa, adalah suatu kebodohan mengkaitkannya dengan kematian atau kelahiran seorang manusia. “Sesaat setelah ia meninggal, sebagian pengikutnya hendak memujanya sebagaimana Tuhan dipuja, akan tetapi penerus kepemimpinannya (Abu Bakar-pen.) menepis keinginan ummatnya itu dengan salah satu pidato relijius terindah sepanjang masa: Jika ada diatara kalian yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa ia telah meninggal. Tapi jika Tuhan-lah yang hendak kalian sembah, ketahuilah bahwa Ia hidup selamanya. (Ayat terkait: Q.S. Al Imran, 144 – pen.)


W. Montgomery Watt, MOHAMMAD AT MECCA , Oxford , 1953, p. 52.

Kesiapannya menempuh tantangan atas keyakinannya, ketinggian moral para pengikutnya, serta
pencapaiannya yang luar biasa semuanya menunjukkan integritasnya.

Mengira Muhammad sebagai seorang penipu hanyalah memberikan masalah dan bukan jawaban. Lebih dari itu, tiada figur hebat yang digambarkan begitu buruk di Barat selain Muhammad



Annie Besant, THE LIFE AND TEACHINGS OF MUHAMMAD, Madras , 1932, p. 4.

“Sangat mustahil bagi seseorang yang memperlajari karakter Nabi Bangsa Arab, yang mengetahui bagaimana ajarannya dan bagaimana hidupnya untuk merasakan selain hormat terhadap beliau, salah satu utusan-Nya.

Dan meskipun dalam semua yang saya gambarkan banyak hal-hal yang terasa biasa, namun setiap kali saya membaca ulang kisah-kisahnya, setiap kali pula saya merasakan kekaguman dan penghormatan kepada sang Guru Bangsa Arab tersebut.”



Bosworth Smith (bishop), MOHAMMAD AND MOHAMMADANISM, London , 1874, p. 92.

Dia adalah perpaduan Caesar dan Paus; tapi dia adalah sang Paus tanpa pretensinya dan seorang caesar tanpa Legionnaire- nya: tanpa tentara, tanpa pengawal, tanpa istana, tanpa penghasilan tetap.

Jika ada seorang manusia yang pantas untuk berkata bahwa dia-lah wakil Tuhan penguasa dunia,
Muhammad lah orang itu, karena dia memiliki kekuatan meski ia tak memiliki segala instrument atau penyokongnya.



John William Draper, M.D., L.L.D., A History of the Intellectual Development of Europe, London 1875, Vol.1, pp.329-330

Empat tahun setelah kematian Justinian, pada 569 AD, telah lahir di Mekkah Arabia seorang manusia yang
sangat besar pengaruhnya terhadap ummat manusia

John Austin (1613–1669, English Catholic writer), “Muhammad the Prophet of Allah,” in T.P.. ’s and Cassel ’s Weekly for 24th September 1927 .

Dalam kurun waktu hanya sedikit lebih dari satu tahun, ia telah menjadi pemimpin di Madinah. Kedua tangannya memegang sebuah tuas yang siap mengguncang dunia.


Professor Jules Masserman

Pasteur dan Salk adalah pemimpin dalam satu hal (intelektualitas- pen). Gandhi dan Konfusius pada hal lain
serta Alexander, Caesar dan Hitler mungkin pemimpin pada kategori kedua dan ketiga (reliji dan militer pen.). Jesus dan Buddha mungkin hanya pada kategori kedua. Mungkin pemimpin terbesar sepanjang masa adalah Muhammad, yang sukses pada ketiga kategori tersebut. Dalam skala yang lebih kecil Musa melakukan hal yang sama

Terbukti, bukan hanya umat Islam saja yg menganggap bahwa Nabi Muhammad SAW tidak hanya sebagai Messenger of God (Allah SWT), dan sebagai panutan/suri tauladan kepada seluruh umat manusia..tapi umat non-muslim bahkan banyak tokoh dunia mengakui akan kualitas kepemimpinannya baik agama maupun dunia, tak lekang oleh zaman… pesannya bersifat universal melampaui suku, bangsa & negara dan umatnya semakin hari semakin bertambah. (terbukti, silahkan ke Youtube dan cari dengan kata kunci: convert to Islam atau masuk Islam)

Prophet Muhammad (P.B.U.H) The Most Influential Person in History

Sumber: https://islamislogic.wordpress.com