Saturday, June 6, 2015

Nikah Itu Indah

Catatan Kecil Sebuah Pernikahan Islam

Semoga Allah menghimpun yang terserak dari keduanya,
memberkati mereka berdua,
dan kiranya Allah meningkatkan kualitas keturunan mereka.
Menjadikan pembuka pintu-pintu rahmat, sumber ilmu,
dan hikmah serta memberikan rasa aman bagi umat.
(Doa Rasulullah pada pernikahan Fatimah Azzahra dengan Ali bin Abi Tholib)



“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami, pasangan-pasangan kami, dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang bertakwa” (QS Al Furqan:74)


“Ya Allah panjangkanlah umur kami, teguhkanlah iman kami, bagusi amal perbuatan kami, lapangkan rizki kami, dekatkan kami menuju kebaikan, jauhkan kami dari keburukan, kabulkan hajat kami yang mendatangkan ridho-Mu dan kebajikan. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam atas junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan para sahabat.” (Doa Walimatul Ursy)



Nikah Itu Indah………………….

“Diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, seupaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Allah jadikan bagimu cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-bernar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berfikir.” (QS Ar-Rum:21)

Dalam Hadist Tarmidzi dari Abu Hurairah, Rasulullah pernah bersabda : “Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah, yakni pejuang di jalan Allah, mukatib (budak yang membeli dari tuannya) yang mau melunasi pembayarannya dan orang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram.”

Catatan Kecil Sebuah Pernikahan yang Islam

Pernikahan atau perkawinan dalam pandangan Islam bukan hanya merupakan bentuk formalisasi hubungan suami istri atau pemenuhan kebutuhan fitrah insani semata, tetapi lebih dari itu, merupakan amal ibadah yang disyariatkan. Meskipun upacara yang sakral itu tidak bisa dipisahkan dari statusnya sebagai ibadah, namun dalam pelaksanaannya seringkali tampil dalam tata cara yang berbeda-beda, bahkan cenderung didominasi adat istiadat setempat yang merusak nilai ibadah itu sendiri.
Adalah merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk memahami seluruh aspek peribadatan dalam Islam, khususnya dalam masalah pernikahan. Apa pula hikmah dan rahasia dibaliknya serta bagaimana etika penyelenggaraan pernikahan itu, Insya Allah akan diberkati Allah Azza Wa Jalla, disamping terbebas dari aktivitas yang menyimpang dari ajaran Islam.


Antara Ibadah dan Fitrah

Dikatakan sebagai fitrah karena secara jelas Allah dan Rasul-Nya mensyariatkan nikah sebagai perintah yang harus dilaksanakan seperti termaktub dalam Al-Quran dan Sunah:
“Maka nikahilah olehmu perempuan-perempuan yang baik bagimu dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka nikahilah seorang saja…” (QS. An Nisa: 3)
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-Mu yang telah menciptakanmu dan menjadikan materi daripadanya dan daripada keduanya berkembang biak laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu saling meminta dengan nama-Nya dan takutlah (akan memutuskan) silaturahmi. Sesungguhnya Allah mengawasi kamu”. (QS An Nisa:1)

Lebih tegas diperintahkan oleh Rasulullah SAW kepada kaum muda yang sudah memiliki kesiapan, hendaknya segera menikah tanpa harus banyak berfikir-fikir dan menunggu-nuggu, karena nikah itu perbuatan yang mulia dan disukai oleh Al-Khaliq. Bahkan beliau mengingatkan amal yang terpuji ini merupakan sebagian dari kesempurnaan pelaksanaan Dien. Jadi barangsiapa yang belum menunaikan nikah berarti ia belum mampu melaksanakan Dien secara sempurna, sabda Rasulullah SAW.
“Wahai para pemuda, barang siapa diantara kamu telah mampu menikah, hendaklah ia nikah. Sesungguhnya dengan demikian akan lebih menundukkan pandangan mata dan lebih leluasa menjaga kemaluannya. Barang siapa yang tidak sanggup, maka sebaiknya berpuasa saja. Sesungguhnya ia akan menciptakan keseimbangan.” (HR. Muslim)
“Manakala seseorang telah beristri, telah menyempurnakan separuh Dien, maka tekutlah kepada Allah untuk menyempurnakan separuh yang lain”. (HR. Baihaqi)

Memang pernikahan merupakankebutuhan fitrah setiap insan yang tidak mungkin dihindari. Seiring dengan kebutuhan biologis manusia, maka tumbuh pula dorongan seksualnya. Jika hal tersebut tak tersalurkan pada hal yang benar, akan menimbulkan bencana sosial maupun kemanusiaan. Karena itu Islam sebagai agama fitrah (QS 30:30) memberikan jalan keluarnya secara sempurna.
Disamping aspek-aspek hidup yang lain. Islam tidak setuju terhadap sikap membujang. Sebab ini melanggar fitrah kemanusiaan, Rasulullah pernah marah ketika mendengar salah seorang sahabatnya berniat hendak membujang terus, demi alasan membersihkan diri dari nafsu. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya aku ini menikahi wanita, barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku”.
Inilah bukti keselarasan antara ajaran Islam dengan tuntutan biologis atas fitrah kemanusiaan. Islam memberi jawaban terhadap seluruh persoalan insani, tidak ada satu pun yang luput dari perhatian Islam.

Tujuan Nikah

Sesungguhnya hubungan kasih saying antara pria dan wanita merupakan masalah urgen yang harus ditata. Dan lembaga pernikahan merupakan aturan yang mesti dipatuhi oleh setiap muslim. Pernikahan dalam Islam bukan sekedar sarana formalisasi kebutuhan biologis, lebih dari itu adalah untuk menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya serta upaya melestarikan kekhalifahan manusia di muka bumi sebagai amanat suci dengan menurunkan generasi yang sah, baik dan berkualitas dari rumah tangga yang tertata menurut syariat. Rasulullah mencintai ummatnya yang berketurunan banyak :
“Nikahlah, perbanyaklah keturunan. Sebab di hari kiamat kelak aku akan membanggakan kalian dari ummat-ummat yang lain”.
Pernikahan juga akan mengantarkan manusia pada ketentraman, suasana sejuk yang membebaskan diri dari kegelisahan dan rasa gundah gulana, bila perkawinan itu dilandasi syariat. Sebaliknya, rumah tangga akan dapat menjadi sumber api yang dapat merembet ke aspek lain bila lepas dari landasan syar’i.
“Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Allah jadikan bagimu cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum:21)
Jika demikian tujuan pernikahan, yakni keluarga sakinah dalam lindungan rahmat-Nya, sudah barang tentu kita tak mungkin melepaskan diri dari tuntutan syari’at-Nya.
Di zaman yang sedang dilanda krisis moral seperti sekarang ini banyak kalangan muda yang tidak punya keberanian untuk menikah, mereka takut mendayung bahtera rumah tangga dengan segala beban resikonya, ditambah orang tua yang kebanyakan tidak mau membantu anak-anaknya pada langkah-langkah awal memasuki jenjang pernikahan.
“Jika kamu mampu mengurus anak dan istri maka nikahlah, bila tidak maka jangan buru-buru nikah, nanti kamu akan sengsara”, dmeikian ungkapan yang sering dilontarkan. Padahal sang anak sudah meningkat dewasa demikian pula dengan emosi seksualitasnya. Sesungguhnya terjadi kenyataan yang tidak sinkron. Satu pihak kita menekan anak-anak muda untuk menunda perkawinan dengan alasan belum cukup umur, belum mampu mengurus tetek bengek keluarga namun di pihak lain membiarkan mereka dipermainkan oleh yang dahsyat lewat realita kultur yang penuh maksiat, lewat koran, televisi, film, pertunjukan nyata, dan lain sebagainya.
Mampukah mereka bertahan, ataukah dibiarkan saja hingga menyerempet (atau sudah) ke arah perbuatan zina? Sangat disesalkan bila mereka tidak berani menikah, yang sesungguhnya itu merupakan ibadah, hanya karena takut menanggung resiko ekonomi, lalu melampiaskannya dengan cara-cara yang tidak dianjurkan, yang justru mengeluarkan banyak biaya disamping dosa besar. Allah SWT Yang Maha Pemurah menjanjikan bagi orang yang mau menikah :
“Hendaklah kamu mengawinkan orang-orang yang sendirian (belum menikah) diantaramu dan orang-orang yang shaleh diantara hamba yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberi kekayaan kepada mereka dengan Karunia-Nya. Allah Maha Luas (Karunia)-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur:32)



ADAB WALIMAH
(Resepsi Pernikahan Islami)

Karena pernikahan itu merupakan ibadah maka Islam mengatur pelaksanaan atau tata cara pernikahan dan walimah (resepsi pernikahan) dengan cara-cara yang tidak boleh menyimpang dari nilai Islam.
Dalam Islam, walimah dianjurkan utnuk diselenggerakan, betapa pun dalam bentuk yang amat sederhana, hal ini merupakan formalisasi dari pernikahan agar khalayak mengetahui secara resmi pernikahan itu, dengan demikian secara sosial akan menghilangkan hal-hal yang akan mengarah pada fitnah.
Hadits Rasulullah SAW :
Dari Anas ra. Berkata : “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW mengadakan walimah untuk istrinya seperti beliau mengadakan walimah untuk Zaenab, beliau menyembelih seekor kambing”. (HR. Bukhari-Muslim)
Adapun acara walimah yang Islami harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

Bertujuan untuk melaksanakan ibadah.

Tidak dibenarkan menyelenggarakan walimah didasari kepentingan-kepentingan selain mencari ridho Allah. Harus dijauhkan dari bentuk upacara yang mengandung syirik seperti ada sesajian, atau sejenisnya yang terpengaruh budaya atau adat, juga harus menghindari kecenderungan bersikap riya’, yakni memamerkan kemewahan, kekayaan, kecantikan dan sejenisnya.

Menghindari kemaksiatan

Dalam Islam tidak dibenarkan sang pengantin dipertontonkan di depan umum. Adapun kehadiran para tamu dimaksudkan agar turut memberikan ucapan selamat (doa) dan ikut memeriahkan. Harus dihindari suasana campur baur antara undangan pria dan wanita, karena ini tidak dibenarkan syari’at, Syariat melarang hubungan sosial dalam bentuk saling pandang, kontak, bersentuhan antar lain jenis kecuali muhrimnya, dasar ini terambil dari firman Allah dan hadits Rasulnya:
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya serta memelihara kemaluannya. Yang demikian ini adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahuai apa yang mereka perbuat”. (QS. 24:30)

Menghindari perbuatan mubadzir

Dalam acara walimah tidak dibenarkan adanya kemubadziran, pemborosan dalam biaya, berlebihan dalam hidangan sehingga banyak makanan yang terbuang. Firman Allah : “Sesungguhnya kemubadziran itu adalah saudaranya setan”.

Harus mengundang kaum fakir miskin

Rasulullah SAW bersabda :
“Makanan yang paling buruk adalah makanan dalam walimah, dimana orang-orang kaya diundang makan sedangkan orang-orang miskin tidak diundang”. (HR. Bukhari – Baihaqi).

Apabila sebuah pernikahan dan walimah diselenggarakan dengan tatacara demikian, Insya Allah keberkahan ibadah dalam acara itu diperolehnya. Sebaliknya, akan rusak jika jauh dari aturan yang ada.


NASIHAT UNTUK KEDUA MEMPELAI

Izinkanlah kami menyampaikan amanat, pertama kepada saudara yang harus memikul wasiat Nabi pada haji Wada”
Saudaraku, pagi ini dengan nikmat dan inayah Allah SWT, Anda sampai pada saat yang paling indah, paling bahagia, tetapi paling mendebarkan dalam kehidupan Anda. Saat paling indah, sebab mulai pagi ini cinta tidak hanya berbentuk impian dan khayalan. Saat yang paling bahagia, sebab akhirnya Anda berhasil mendampingi wanita yang Anda cintai (Insya Allah). Saat yang paling mendebarkan sebab mulai saat ini Anda memikul amanah Allah untuk menjadi pemimpin keluarga.
Dahulu Anda adalah manusia bebas yang pergi sesuka Anda. Tatapi sejak pagi ini bial Anda belum pulang juga sampai larut malam, di rumah ada seorang wanita yang tidak dapat tidur, karena mencemaskan Anda. Kini, bila berhari-hari Anda tidak pulang tanpa berita, di kamar Anda ada seorang wanita lembut yang akan membasahi bantalnya dengan linangan airmata. Dahulu bila Anda mendapat musibah, Anda hanya mendapat ucapan, ‘turut berduka cita’ dari sahabat-sahabat Anda. Tetapi kini, seorang istri akan bersedia mengorbankan apa saja agar meraih kembali kebahagiaan Anda. Sekarang Anda mempunyai kekasih yang diciptakan Allah untuk berbagi suka dan duka dengan Anda.
Saudara, wanita yang duduk disisi Anda bukanlah segumpal daging yang dapat Anda kerat semena-mena, dan bukan pula budak belian yang dapat Anda perlakukan sewenang-wenang. Ia adalah wanita yang dianugerahkan oleh Allah untuk membuat hidup Anda lebih indah dan lebih bermakna. Ia adalah amanat Allah yang akan Anda pertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Rasulullah SAW bersabda :

“Ada dua dosa yang akan didahulukan Allah siksanya di dunia ini juga, yaitu : Al bagyu dan durhaka kepada kedua orangtua”. (HR. Turmudzi, Bukhori dan thabrani)
Al Bagyu adalah berbuat sewenang-wenang, berbuat dzalim dan menganiaya orang lain. Dan Al Bagyu yang paling dimurkai adalah berbuat dzalim kepada istri, menyakiti hatinya, merampas kehangatan cintanya, merendahkan kehormatannya, mengabaikan dalam mengambil keputusan, dan mencabut haknya untuk memperoleh kebahagiaan hidup bersama Anda. Karena itu Rasulullah SAW mengukur tinggi rendahnya martabat laki-laki dari cara ia bergaul dengan istrinya, Nabi yang mulia bersabda :

“Tidak akan memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia, dan tidak akan merendahkan wanita kecuali laki-laki yang rendah pula”.
Rasulullah SAW adalah manusia yang paling mulia. Dan Aisyah ra. Bercerita bagaimana Rasulullah memuliakannya:

“Di rumah, kata Aisyah, “Rasulullah melayani keperluan istrinya memasak, menyapu lantai, memerah susu dan membersihkan pakaian. Dia memanggil istrinya dengan gelaran yang baik”.
Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, ada beberapa sahabat menemui Aisyah, memintanya agar menceritakan perilaku rasulullah SAW, Aisyah sesaat tidak menjawab permintaan itu. Airmatanya berderai. Kemudian dengan nafas panjang ia berkata “Kaana kullu amrihi ‘ajaba’ (Ahh …. perilakunya indah).

Ketika didesak untuk menceritakan perilaku Rasul yang paling mempesona. Aisyah kemudian mengisahkan bagaimana Rasul yang mulia ditengah malam bangun dan meminta izin kepada Aisyah untuk shalat malam.

“Izinkan aku beribadah kepada Rabbku,” ujar Rasulullah kepada Aisyah.
Bayangkan Saudara, sampai untuk shalat malam saja diperlukan izin istrinya. Disitu berhimpun kemesraan, kesucian, kesetiaan, dan penghormatan.
Saudaraku, kalau saya harus menyimpulkan nasihat saya kepada Anda, saya ingin mengucapkan: “Muliakanlah istri Anda begitu rupa sehingga kelak bila Allah menakdirkan Anda meninggal lebih dahulu, lalu kami tanyai istri Anda tentang anda, ia akan menjawab seperti Aisyah: “Ahh…. Semua perilakunya indah, menakjubkan.”

Saudaraku, dengan izin Anda perkenankanlah saya sekaran menyampaikan wasiat Rasulullah SAW, kepada wanita disamping Anda:
“Seandainya aku boleh memerintahkan manusia bersujud kepada manusia lain, aku akan perintahkan para istri untuk bersujud pada suami mereka karena besarnya hak suami yang dianugerahkan Allah atas mereka”.
Banyak istri yang menuntut agar suaminya membahagiakan mereka. Jarang terpikirkan oleh mereka bagaimana ia membahagiakan suami. Padahal cinta kasih sayang akan tumbuh dan subur dalam suasana ‘memberi’ bukan ‘mengambil’. Cinta adalah ‘sharing’ saling berbagi. Anda tidak akan memperoleh cinta kalau yang Anda tebarkan adalah kebencian. Anda tidak akan memetik kasih sayang kalau yang Anda tanam adalah kemarahan. Anda tidak akan meraih ketenangan bila yang Anda suburkan dendam dan kekecewaan.
Saudariku, Anda boleh memberi apa saja yang Anda miliki. Tetapi, buat suami Anda, tidak ada pemberian istri yang paling membahagiakan selain hati yang selalu siap berbagi kesenangan dan penderitaan. Diluar rumah, suami Anda boleh jadi diguncangkan dengan berbagai kesulitan. Di luar, ia menemukan wajah-wajah tegar, mata-mata tajam, ucapan-ucapan kasar, dan pergumulan hidup yang berat. Ia ingin ketika pulang ke rumah, menemukan wajah yang ceria, mata yang sejuk, ucapan yang lembut, dan berlindung dalam keteduhan kasih sayang Anda (seperti cerita putri saljunya Anderson). Suami Anda ingin mencairkan seluruh beban jiwanya dengan kehangatan air mata yang terbit dari samudera kasih sayang Anda.

Rasul yang mulia pernah berkata bahwa istri terbaik adalah:
“Istri yang paling baik adalah yang membahagiakanmu, saat kamu memandangnya, yang mematuhimu kalau kamu menyuruhnya, dan memelihara kehormatan dirinya dan hartamu bila kamu tidak ada disisinya.”
Saudariku….
Rasul bersabda bahwa surga terletak dibawah telapak kaki kaum ibu, maka apakah rumah tanggan yang Anda bangun hari ini akan menjadi surga atau neraka, bergantung kepada Anda sebagai ibu rumah tangga. Rumah tangga akan menjadi surga bila Anda menghiasnya dengan kesabaran, kesetiaan dan kesucian. Allah SWT berfirman:
“Wahai-wanita ingatlah ayat-ayat Allah dan hikmah yang dbacakan dirumah-rumah kami. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang dan Maha Mengetahui.” (QS. 33:34)
Saudariku, kelak bila perahu rumah tangga Anda bertubrukan dengan kerikil tajam, bila impian remaja telah berganti menjadi kenyataan yang pahit, bila bukit-bukit harapan diguncangkan gempa cobaan, kami ingin melihat Anda tetap teguh di samping suami Anda. Anda tetap tersenyum walaupun langit mendung. Pada saat seperti itu mungkin tidak ada yang paling menyejukkan suami Anda selain melihat pemandangan yang mengharukan. Ia bangun di malam hari, didapatinya Anda tidak ada disampingnya. Tetapi, ia dengan suara yang dikenalnya betul.
Di atas sajadah dan di atas lantai yang dingin ia menyaksikan seorang wanita bersujud. Suaranya bergetar. Ia memohon agar Allah menganugerahkan pertolongan bagi suaminya. Pada saat seperti itu suami Anda akan mengangkat tangannya ke langit, dan dengan airmata yang menetes ia berdo’a :
“Ya Allah, karuniakanlah kepada kami istri dan keturunan yang menentramkan hati kami, dan jadikanlah kami penghulu orang-orang yang bertaqwa”.
Saudariku, pernah suatu saat Aisyah ra. Bercerita, alam setelah meninggalnya Khadijah ra. :
“Hampir setiap kali Rasulullah SAW, akan keluar rumah, beliau menyebut nama Khadijah seraya memujinya. Sehingga pada suatu hari, ketika beliau menyebutnya lagi, timbul rasa cemburuku dan kukatakan padanya, “Bukankah ia hanya seorang wanita yang sudah tua, sedang Allah telah memberi Anda pengganti yang lebih baik daripada dia?”
Mendengar itu rasulullah SAW kelihatan sangat marah, sehingga bagian depan rambutnya bergetar karenanya. Lalu beliau berkata, “Tidak, demi Allah ! Aku tidak mendapat pengganti yang lebih baik daripada dia ! Dia beriman keapdaku ketika orang-orang mendustakanku. Dia membantuku dengan hartanya ketika tak seorangpun selain dia bersedia memberiku sesuatu. Dan Allah telah menganugerahkan keturunan dari padanya, dan tidak dari istri-istriku yang lain.” (Al Hadits)
Saudariku, seandainya ditakdirkan Allah Anda meninggal lebih dahulu, lalu kami menemui suami Anda, dan kami tawarkan pengganti Anda. Pada saat itu, suami Anda akan bergetar marah, dan seperti Rasul yang mulia, ia berkata, “Demi Allah, tidak ada yang dapat menggantikan dia. Dia yang memperkuat hatiku ketika aku hampir putus asa, dia mempercayaiku ketika semua orang menjauhiku. Dia memberikan ketulusan hati ketika semua orang mengkhianatiku”. Bila itu terjadi berbahagialah Anda, saudariku, karena rasulullah SAW bersabda :
“Bila seorang wanita meninggal dunia, dan suaminya ridho sekali dengan tingkah lakuknya semasa hidupnya, maka wanita itu masuk surga”.
Marilah kita antarkan kedua mempelai pada kehidupan mereka yang baru. Kepada mereka berdua ingin kita amanatkan firman Allah SWT :
“Berbekallah kalian, sesungguhnya bekal yang paling baik adalah taqwa”.

Akhirnya, mari kita panjatkan doa barokah kepada kedua mempelai :

“Barokallahu laka wa baaraka ‘alaika wa jama’a bainakumaa fi khoir”

“Semoga Allah memberikan keberkahan dan menetapkan keberkahan itu padamu serta menghimpun kalian berdua di dalam kebaikan” Amin.




Akhir kalam,

Semoga Allah mensucikan niat kami, menguatkan azzam kami, menjadikan pernikahan ini penuh barokah (barokah bagi kita dan barokah atas kita) dan dipenuhi ridho Allah.
Dan semoga Allah mengaruniakan keturunan yang dapat memberi bobot kepada bumi dengan kalimat ‘La ilaha illah’

Sumber: https://www.google.co.id/?gws_rd=ssl#q=tausyiah+pernikahan

0 comments:

Post a Comment